Artikel Populer
Jum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam KeseharianJum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeBuddhist Leadership
Upasaka Pandita Dr. Akino W. Azzaro
Jum'at, 12 Agustus 2022
MBI
Leadership is action not position! Kepemimpinan adalah tindakan bukan posisi. Petuah ini disampaikan oleh seorang legenda dalam mereformasi industri televisi dan radio, Donald McGannon.
Jika direnungkan, kata bijak ini sangat relevan dengan keadaan saat ini. Banyak orang ingin menjadi pemimpin karena posisi bukan karena ingin berkontribusi. Apalagi jika posisi itu dapat memberi banyak manfaat baik materi atau nonmateri, maka “kursinya yang empuk” akan semakin diincar. Ini tentu menyedihkan karena idealnya seorang pemimpin adalah agen perubahan yang seyogyanya melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan berdampak luas.
Mungkin kekeliruan ini disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap arti kepemimpinan baik ditinjau dari sisi akademis atau dharma. Oleh karena itu, kita perlu belajar dari nilai-nilai kepemimpinan yang ditinggalkan kepada kita oleh Buddha dan konsep atau teori kepemimpinan yang berlaku saat ini.
Dewasa ini, penelitian dan studi tentang kepemimpinan bermuara pada beberapa karakteristik khusus yang dimiliki seorang pemimpin yang efektif. Beberapa ahli kepemimpinan sepakat pada beberapa karakteristik pemimpin yang relevan dengan perkembangan jaman yakni: kemampuan mentransformasikan organisasi (transformer), memiliki visi dan mampu mengeksekusi visi (visionary), berorientasi pada kerja kelompok (team work) dan memimpin dengan teladan bukan hanya perintah (role model).
Mengikuti jejak negara Bhutan yang memiliki parameter unik terhadap keberhasilan ekonomi nasionalnya, yakni Gross National Happiness (GNH), kami mengusulkan bahwa pemimpin yang efektif mampu menulari kebahagiaan kepada pengikutnya dengan dilandasi kebahagiaan diri sendiri. Ini logika yang sederhana. Jika seorang pemimpin tidak bahagia terhadap hidupnya bagaimana dia mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Dengan GNH, konsep kebahagiaan yang sulit diukur dan digeneralisasi menjadi sangat mudah dimengerti. GNH adalah indikator kebahagian yang disumbang oleh sembilan faktor yakni: kesehatan psikologis, kesehatan fisik, waktu yang habis untuk bekerja, pendidikan, keragaman budaya, jujur dan terbuka, vitalitas organisasi, keragaman lingkungan dan standar kehidupan.
Dalam artikel ini, kami tidak menjelaskan secara detail sembilan faktor ini karena penekanan artikel ini adalah pada kualitas pemimpin secara umum dan kebahagiaan adalah bagian kelima dari karakteristik unik seorang pemimpin buddhis. Akan tetapi ini bukan berarti atribut bahagia (happiness) menjadi kurang penting, justru sebaliknya faktor ini akan sangat mempengaruhi atribut-atribut lainnya. Mari kita lihat satu-persatu atribut-atribut pemimpin buddhis berikut ini:
Transformer
Ada dua kualitas pemimpin yang dapat disebut sebagai seorang transformer. Pertama jika ia dapat menginspirasi pengikutnya untuk keluar dan lompat dari kepentingan atau kebutuhan pribadi menjadi memprioritaskan kepentingan atau kebaikan organisasi. Kedua adalah seorang yang mampu memberi pengaruh “sangat luarbiasa” kepada pengikutnya. Sebagai contoh, dalam rangka membantu murid dapat mengalami quantum leap (lompatan ke dimensi yang total berbeda) nirwana, Buddha mengajarkan berbagai macam cara dan metoda yang disesuaikan dengan karakter murid-muridnya.
Hasilnya para murid dapat mengalami lompatan luarbiasa tersebut dengan mencapai pantai seberang. Dalam berbagai kesempatan Buddha juga mampu mengubah kepentingan pribadi murid yang dangkal. Misalnya Yang Mulia Biksu Nanda yang dipancing dengan kemelekatan terhadap keindahan tubuh dewi-dewi surgawi menjadi tercerahkan dan menjadi anggota Ariya Sangha.
Komentar (0)
Artikel Terkait
Jum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam KeseharianJum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo Dibandingke