Artikel Populer
Jum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam KeseharianJum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeKesiapan Mental Dalam Menghadapi Pandemi Dari Perspektif Agama Buddha
U.P Gunadharma Wandi, S.Pd.B.,M.Si.,M.Pd.B
Jum'at, 05 Agustus 2022
MBI
Pandemi Covid-19 atau kita kenal dengan wabah virus corona melanda dunia, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Indonesia berjuang melawan Covid-19 dengan memodifikasi kebijakan untuk memulihkan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Selama masa pandemi ini, perekonomian dunia dan Indonesia mengalami pelambatan. Pemerintah dan lembaga kajian strategis memprediksi Indonesia tumbuh rendah atau bahkan negatif di tahun 2020. Untuk itu, Pemerintah berupaya mengagendakan kebijakan-kebijakan agar dampak ekonomi akibat pandemi tidak sampai menimbulkan krisis yang berkepanjangan.
Masyarakat merasakan dampak yang sangat serius baik dampak secara ekonomi maupun berdampak secara emosional. Kesiapan dalam menghadapi kondisi yang baru ini atau yang kita kenal dengan sebutan New Normal tentunya harus beradaptasi dengan situasi yang baru. Kesiapan emosional adalah hal terpenting dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini yang menjadi perhatian saya dalam mentransformasi mental mengadapai era new normal ini.
Kesiapan Mental Dalam Menghadapi Perubahan
New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Menurut Wiku, prinsip utama dari new normal itu sendiri adalah dapat menyesuaikan dengan pola hidup.
Pola hidup yang di ajarkan oleh Sang Buddha adalah hidup bahagia terbebas dari rasa takut dan gelisah. Dalam dhammacaka pavatthana sutta; Buddha mengajarkan ada jalan untuk mencapai kebahagian yaitu dengan menjalankan delapan jalan mulia; pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, konsentrasi benar, dan meditasi benar. (SN.56.11). Dengan melaksanakan jalan mulia ini, kita akan dapat menjalani hidup sehari-hari dengan bahagia. Kebahagiaan dalam hidup merupakan keinginan setiap manusia. Keinginannya tercapai dan kebutuhannya terpenuhi maka kebahagiaan juga tercapai.
Kehidupan akan selalu mengalai perubahan. Sang Buddha mengajarkan setiap kondisi yang muncul karena adanya sebab, muncul lalu lenyap. Dengan kondisi ini kita umat buddha di harapkan memiliki pandangan benar bhawa hidup ini selalu mengalami perubahan (anicca). Segalanya merupakan perubahan terus menerus tanpa henti, dan demikian kondisi-kondisi dan hal tersebut secara senantiasa berubah. Hal-Hal secara konstan berdiri; mendapat, dan berhenti untuk; menjadi. Tidak ada apapun yang tidak berakhir. Dalam Kitab Dhammapada syair 277 yang berbunyi: Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini; maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian”. (Dhp.277, 12)
Komentar (0)
Artikel Terkait
Jum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam KeseharianJum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo Dibandingke