Artikel Populer
Jum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeJum'at, 08 Juli 2022
Nasihat Nagarjuna Kepada RajaEhipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam Keseharian
UP. Vijjadhara Adi Putera Widjaja
Jum'at, 15 Juli 2022
MBI
Contoh lainnya, seorang suami jarang pulang ke rumah karena pekerjaan yang mengharuskan dirinya melakukan banyak perjalanan dinas (sebuah fakta). Tetapi persepsi dapat berkata lain. Bagaimana bila keadaan ini membuat si istri memiliki persepsi bahwa suaminya sudah tidak sayang pada dirinya lagi (fakta jarang pulang)? Sementara si suami memiliki persepsi yang lain lagi, menganggap istrinya mulai tidak menghargai diri dan kerja kerasnya (makanya jarang pulang).
Nah loh? Sekarang bayangkan bila pasangan ini mempraktekkan Ehipassiko Leadership. Kira-kira bagaimana prosesnya?
Pemimpin dengan “Sense of Ehipassiko”
Dalam manajemen, kita dikenalkan dengan istilah POAC (Planning, Organizing, Actualizing dan Controlling). Sebuah project dimulai dari perencanaan, lalu mulai mengumpulkan segala sumber daya, kemudian masuk tahap pelaksanaan dan selanjutnya masuk tahap pengawasan untuk mengetahui di bagian mana yang sudah berjalan dan belum berjalan. Serta apa yang perlu diperbaiki bila tidak berjalan.
Apa jadinya seorang pemimpin bila tidak memiliki “sense of ehipassiko”? Memberi kepercayaan pada bawahan memang perlu dan harus bila organisasi ingin berkembang. Tetapi bila kemudian tidak “ehipassiko” hasil pekerjaan bawahan secara berkala dapat jadi bibit bencana di kemudian hari.
Seorang kasir yang awalnya jujur, bila tidak mendapatkan “sentuhan ehipassiko” secara berkala dari atasannya. Maka kita tidak akan pernah tahu sampai kapan dirinya tetap berada di jalur yang benar. Pada banyak kejadian, kejadian baru ketahuannya ketika penyelewengan sudah besar. Dan hal itu terjadi bukan dalam tempo sehari dan dimulai dari jumlah yang awalnya kecil. Tapi luput karena “sense of ehipassiko”-nya tidak berjalan.
Penutup
Sekali lagi, sebagai murid Guru Buddha segalanya jangan kemudian menjadi ekstrim. Dikit-dikit ehipassiko. Jadi parno tingkat tinggi. Sehingga merasa bahwa ajaran Guru Buddha hanya bikin repot dan stress.
Kita perlu bijaksana dalam mempraktekkan ajaran Guru Buddha. Ibarat belajar bela diri yang terdiri dari banyak jurus. Pelajarilah banyak jurus. Jangan terpaku hanya pada satu jurus “Ehipassiko”. 'Kan masih ada jurus lainya yaitu “Jalan Tengah”? ;-)
Komentar (0)
Artikel Terkait
Jum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeJum'at, 08 Juli 2022
Nasihat Nagarjuna Kepada Raja