Paradoks yang Membahagiakan
Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi dilaporkan pernah menyatakan bahwa “Tidak ada yang tidak kukasihi, tidak ada yang tidak kumaafkan, dan tidak ada yang tidak kupercaya.” Kata-kata beliau adalah perujudan dari praktik yang sempurna dan hasilnya luas: memberikan manfaat dan harapan buat seluruh dunia.
Tidak ada yang tidak kukasihi. Saat sedang sadar, ini tampaknya masuk akal dan bisa dijalankan. Ketika berada dalam lingkungan yang sebenarnya, orang bisa lupa. Tatkala berhadapan dengan pasangan, keluarganya, dan sekutunya, maka pernyataan tidak ada yang tidak kukasihi bisa tidak diingat.
Demikian juga halnya ungkapan tidak ada yang tidak kumaafkan. Ketika orang merasa ketidak-nyamanan, hal-hal yang tidak sesuai harapan terjadi karena kesalahan orang lain, ia menjadi sukar untuk memaafkan maupun melupakan. Akan tetapi, jika muncul pengertian bahwa apa yang dialami saat ini adalah hasil dari apa yang sudah dipikirkan, dilakukan, dan diucapkan, maka ia bisa menerima kenyataan dan memaafkan menjadi alamiah. Seharusnya bukan sekedar memaafkan, namun bersyukur dan berterima kasih karena mendapat kesempatan untuk memperbaiki kondisi buat masa depan.
Dalam halnya, tidak ada yang tidak kupercaya, ada yang tidak mudah melakukannya. Mempercayai berarti mengambil resiko. Ada cerita pemain sirkus yang menyeberangi tali terbentang di ketinggian. Kira-kira seperti ini. “Apakah kalian percaya saya dapat menyeberangi tali itu?” tanyanya kepada penonton.