Artikel Populer
Jum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeJum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam KeseharianMENGHARGAI ORANG LAIN (Pelajaran dari Ratu Elizabeth II)
U.P. Henry Gunawan Chandra, SE
Jum'at, 16 September 2022
MBI
Bahkan lebih jauh lagi, kita bahkan diingatkan bahwa semua mahluk yang berhubungan dengan kita saat ini, mungkin di satu masa pernah menjadi ibu kita, orangtua kita. Dan kita juga mengetahui bahwa Buddha mengajarkan, bahwa kebaikan orangtua itu sangat sulit dibayar dengan apapun. Bahkan dengan menggendong mereka mengelilingi gunung Mahameru, hingga semua darah mengering dan tulang belulang hancur sekalipun. Jadi hutang kebajikan kita kepada para ibu kita, para orangtua kita itu masih ada, dan belum terbayarkan. Jadi membalas kebaikan mereka di kehidupan ini, dengan memperlakukan mereka dengan sebaik-baiknya adalah suatu pilihan sikap hidup yang sangat terpuji.
Dalam suatu kesempatan di retret di Wisma Kinarsih, Sukabumi, Jawa Barat, mendiang Mahabiksu Thich Nhat Hanh, memberikan perumpamaan “Tangan Kiri dan Tangan Kanan.” Thay (panggilan akrab Beliau) menanyakan ke kami semua, peserta retret, sambil memberikan perumpamaan aktifitas sedang memasang pigura, yang dimulai dengan memaku di dinding, dimana tangan kiri memegang paku dan tangan kanan memegang palu. Karena kurang hati-hati, atau tidak sadar penuh, tangan kanan kita bukan memukul paku, tetapi memukul jempol tangan kiri. Pertanyaan yang menggelitik disampaikan Thay, “apakah yang akan dilakukan oleh tangan kanan terhadap tangan kiri yang terluka oleh pukulan palu tersebut?“
Banyak jawaban yang beragam dari peserta retret. Kemudian Thay melanjutkan, bahwa tentu alamiahnya, dengan spontan, tangan kanan akan segera membantu tangan kiri, mengelusnya, merawatnya, hingga sakitnya hilang. Dan bukan mendiamkannya, membiarkannya kesakitan sendirian. Lalu Thay berpesan, begitulah hendaknya kita memandang diri kita dan orang lain, seperti halnya tangan kiri dan tangan kanan, satu kesatuan. Kita memandang orang lain adalah bagian dari diri kita, sehingga kita tidak punya pikiran untuk membiarkan orang lain terluka terlebih mencelakakan mereka. Karena kita adalah satu kesatuan.
Bukankah kita semua adalah Calon Buddha. Setiap dari kita punya benih kebuddhaan dan berpotensi menjadi Buddha. Mari kita belajar rendah-hati dari Ratu Elizabeth, dan kita mendoakan mendiang terlahir di alam yang berbahagia. RIP my Queen..
Komentar (0)
Artikel Terkait
Jum'at, 01 Juli 2022
Dari Human Doing menjadi Human BeingJum'at, 26 Agustus 2022
Ojo DibandingkeJum'at, 15 Juli 2022
Ehipassiko Leadership – Sebuah Praktek Sederhana Dalam Keseharian