Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Artikel Populer

Jum'at, 26 Agustus 2022

Ojo Dibandingke

Tahun Baru Harapan Baru

Oleh : U.P. Sasanavirya Sugianto Sulaiman

Jum'at, 20 Januari 2023

MBI

Sebentar lagi kita akan memasuki tahun baru Imlek 2023, tahun Kelinci Air. Biasanya orang Tionghoa, khususnya sewaktu pergantian tahun, sibuk dengan memperhatikan ramalan Imlek, Hongsui dan sebagainya, bahkan juga memperhatikan terutama mengenai waktu chiong atau bintang kesialan. Orang Tionghoa itu adalah orang yang sangat pragmatis, jadi mereka berpikir dengan melakukan sembahyang atau kias terhadap chiong, maka sepanjang tahun tersebut akan memperoleh keuntungan yang besar.  


Karena itu orang Tionghoa biasanya sangat memperhatikan chiong yang akan mereka hadapi di pergantian tahun itu.  Ada 4 chiong yang biasanya dominan dalam kosmologi Tionghoa, yaitu; chiong thai shue, atau malaikat/bintang kegelapan, kemudian chiong terhadap macan putih, lalu chiong terhadap anjing langit, dan terakhir adalah chiong terhadap lima hantu.  Yang paling menarik ketika saya kecil adalah kias, atau buang sial terhadap thai shue dan macan putih.

Untuk chiong thai shue, orang Tionghoa dahulu mengantungkan uang di tangan dewa yang akan memukul kita.  Uang tersebut diambil dari uang logam yang bolong tengahnya, lalu dirajut sehingga berbentuk kalung dan digantungkan pada sang dewa. Kemudian, untuk kakinya yang mau menendang, biasanya disisipkan uang.  Hal ini mempunyai arti jika sang dewa thai shue akan memukul kita, maka dia akan ketemu uang sehingga kita selamat dan dia sibuk menghitung uang. Demikian juga jika ia hendak menendang kita, ternyata ada setumpuk uang dan perhatiannya terpecah dengan hitung uang yang ada di hadapannya.

Untuk mengias chiong macan putih, biasanya orang Tionghoa mengantung boneka-boneka kertas berbentuk manusia, dengan harapan orang-orang yang jahat terhadap dirinya akan dimakan oleh sang macan putih yang galak.  Untuk macan putihnya mereka akan menyuap dengan mempersembahkan tiga jenis hewan (samseng) seperti hewan darat, biasanya babi, hewan laut, biasanya ikan atau cumi, lalu hewan udara, biasanya ayam atau telur, dan dibacakan doa-doa oleh para taipak (orang pintar) yang mengurus kelenteng tersebut.  Upacara kias di atas dilakukan sebelum Imlek tiba, agar ketika tahun berganti semua kesialan sudah lenyap dan di tahun baru kita memperoleh keberuntungan baru. Untuk itu biasanya orang Tionghoa melakukan sembayang baik di kelenteng, wihara, maupun rumah. Sekarang, banyak juga dilakukan upacara penyambutan dewa rejeki yang akan datang pada jam dan waktu setelah makan malam.  Harapannya, di tahun depan kita memperoleh keberuntungan yang besar, dijauhkan dari malapetaka, panjang umur, sehat, keluarga rukun, damai dan sejahtera, serta banyak anak bagi pengantin baru, dan lain-lain harapan yang baik.

Sebagai Buddhis, apakah kita masih boleh menjalankan upacara tersebut diatas? Lalu, apakah ada manfaatnya kita menjalankannya?  Hal ini kembali pada diri kita masing-masing. Apakah kita mengerti mengenai ajaran buddha, mengenai hukum karma, yaitu apa yang kita tanam, itu yang akan kita petik. Memang di negara Taiwan atau di Hongkong, upacara di atas masih dijalankan oleh sebagian besar masyarakat setempat. Bahkan waktu makan malam atau makan besar di hari Imlek, mereka akan mengharamkan makan kodok baik digoreng atau dimasak macam-macam, karena kodok dianggap tunggangan dewa rejeki sehingga jika dimakan dewa rejeki akan marah dan tidak datang ke rumah kita.  Lalu, mereka juga menghindari makan muichoi (sayur asin dikeringkan), yang biasanya digunakan mendampingi masakan babi hong. Muichoi punya arti yang jelek, karena mui dapat diartikan sebagai hancur, sehingga sayur ini diharamkan untuk dimakan di hari-hari Imlek.

Orang Tionghoa juga menghindari perkataan atau berita-berita duka, baik menyangkut kematian, sakit, atau perpisahan.  Jadi, hal yang negatif tidak boleh dibicarakan di hari Imlek.  Pertanyaannya, apakah dengan menghindari hal diatas kita tidak bernasib sial, atau mengalami kematian atau mengalami nasib sial?  Sebagai buddhis tentu hal tersebut mungkin saja terjadi.  Buktinya, di hari Imlek rumah sakit tetap banyak orang, rumah duka tetap ada yang datang, kecelakaan atau nasib sial juga bisa terjadi walaupun kita sudah melakukan kias/sembahyang dewa-dewa chiong ataupun menghindari perkataan kematian dan seterusnya seperti di atas.

Lalu bagaimana kita menghadapi tahun baru Imlek ini sebagai seorang buddhis?  Menurut saya, yang penting ialah membaca mantra atau sutra, baik di wihara atau di rumah, untuk memperoleh kebahagiaan. Jangan lupa pula memberi angpao atau sujud kepada orang tua dan sanak saudara yang senior. Bagikan pula rejeki kepada orang-orang yang kurang mampu, terutama mereka yang melaksanakan Imlek, berpakaian yang rapi dan baru boleh saja asal sesuai kemampuan, tidak usah dipaksakan.  Persembahan sembahyang juga dilakukan secara buddhis, yang penting ada buah, ada air, ada lilin/pelita dan dupa, serta bunga.  Itu saja sudah cukup, tidak usah berlebihan.
 

Kesederhanaan mestinya mewarnai Imlek tahun 2023 ini. Mengingat pemerintah sudah menyerukan agar rakyat siap-siap menghadapi krisis di tahun 2023 ini, maka sebagai umat Buddha kita seharusnya saling membantu dan juga kita mestinya sudah mengatur segala sesuatu untuk menghadapi krisis ekonomi yang tampaknya cukup mengerikan.

Kita sebagai umat Buddha harus mengutamakan kebijaksanaan, bukan justru mempraktikkan “kebodohan”.  Jika kita melaksanakan tradisi secara besar-besaran dengan harapan kita tidak akan celaka, maka itu menunjukkan kebodohan kita.  Harus diingat, di tahun kelinci air ini, pandemi walaupun sudah dicabut berlakunya, tetapi tidak sepenuhnya hilang.  Perang antara Rusia-Ukraina tetap masih berlangsung, menyebabkan krisis ekonomi di mana-mana, terutama mengancam supply chain/rantai pasok, di bidang energi dan makanan.

Umat buddha seyogianya berpikir dengan bijaksana, bagaimana untuk dapat saling membantu dan menjaga warga yang kurang mampu.  Ini lebih baik daripada sembahyang dewa-dewa chiong.  Mudah-mudahan di tahun kelinci air ini, kita semua terlindung oleh kebijaksanaan kita, perilaku kita yang benar, serta kesucian hati kita. 

 

Selamat tahun baru Imlek tahun 2023.  Gong Xi Fa Cai !

 

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS