Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Artikel Populer

Jum'at, 26 Agustus 2022

Ojo Dibandingke

MENYAMPAIKAN PESAN, ADA CARANYA !!

U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra

Jum'at, 07 Juli 2023

MBI

Jangan berbicara kasar kepada siapapun, karena mereka yang mendapat perlakuan demikian, akan membalas dengan cara yang sama.  Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.   (Dhammapada: Danda Vagga X :133)


Belum lama ini, jagat maya komunitas Buddha dihebohkan sebuah postingan di Instagram, yang dianggap kurang pantas.  Baik dari sisi pengambilan foto yang disebut tanpa ijin, maupun kata-katanya yang dianggap melecehkan bahkan mengarah ke pencemaran nama baik. Walau secara isi yang disampaikan di dalam postingan tersebut menurut pendapat penulis sebenarnya masih relatif baik, berupa himbauan untuk tidak melakukan suatu tindakan yang dianggap tidak pantas. Yang setuju dan kontra dengan postingan ini cukup banyak, dan saling memberikan komentar dan argumentasi mereka masing-masing.

Menarik sekali untuk kita bahas, mengapa pesan yang seharusnya berupa himbauan itu malah menghasilkan hal yang berlawanan, yang kontra produktif. Hal ini menurut penulis karena kurang terampilnya teman tersebut dalam mewacakan sebuah gagasan. Dalam melakukan sesuatu, termasuk pesan, sering dijelaskan oleh para Guru, bahwa Belas Kasih harus berjalan bareng dengan Kebijaksanaan.   Niatan baik harus juga diimbangi dengan ketrampilan untuk menyampaikannya.  


Dalam AN.V.198 , Vaca Sutta, mengutip yang diterjemahkan oleh Biksu Thanissaro, Buddha berkata: “Jika ucapan memiliki lima tanda ini  para biksu, maka ucapan itu disampaikan dengan baik, tidak disampaikan dengan sembrono, tidak ternoda dan tak dicela oleh para bijaksana.


Apakah lima tanda ini? Itulah ucapan yang tepat waktu, ucapan yang benar (sesuai kenyataan), ucapan yang lembut, ucapan yang bermanfaat, dan ucapan yang didasari niatan yang baik.” (https://www.dhammawiki.com/index.php/AN_5.198_Vaca_Sutta)


Belajar dari pesan Buddha ini, maka ada lima rambu-rambu bagi kita sebelum menyampaikan sesuatu berita, informasi, ataupun pesan kepada orang lain.


Pertama-tama, yang menjadi dasar pertimbangnya adalah waktu yang tepat dalam menyampaikan pesan/ucapan kita tersebut.  Orang bijak harus pandai membaca situasi, melihat kondisi, menentukan saat yang pas untuk menyampaikan sesuatu, bahkan kebenaran sekalipun.  Waktu yang tidak pas/salah, malah akan membuat pesan kita tersebut tidak dinilai sebagai ucapan baik atau nasihat, tapi malah ejekan atau hinaan.  


Pertimbangan yang kedua adalah yang disampaikan harusnya sebuah kebenaran, sesuai kenyataan atau fakta yang ada, bukan sesuatu yang belum pasti atau kitasendiri masih ragu.  Lebih baik lagi sesuatu yang kita alami langsung, bukan sesuatu yang “katanya”.


Selain itu, ucapan kita itu haruslah disampaikan dengan lembut.  Kalau kita menyampaikan kebenaran itu, tapi dengan cara dan intonasi yang kasar, tidak ramah, atau bahkan cenderung menyalahkan, maka pihak yang mendengarkan ucapan kita itu akan menjadi kurang mampu menerima pesan kita itu, karena terkontaminasi dengan cara penyampaikan kita.


Lalu yang perlu kita pertimbangkan adalah bermanfaat tidak bagi orang yang mendengarkan ucapan/berita tersebut.  Walau itu sebuah kebenaran kalau kita tahu bahwa bila kita sampaikan malah akan menjadi negative bagi penerimanya, lebih baik tidak kita lakukan.


Dan yang tidak kalah pentingnya, ucapan kita itu harus didasari niatan yang baik, bukan untuk melukai, menyakiti, mencela, atau bahkan jatuhkan orang lain.


Nah, dengan pertimbangan-pertimbangan tadi, maka kita menjadi punya rambu-rambu agar bisa benar-benar terampil dalam menyampaikan sebuah pesan.


Lebih jauh di dalam Suta Sutta, AN. II.172, Buddha menanggapi pernyataan Brahmana Vassakara mengenai apa yang pantas untuk disampaikan: ”Saya tidak mengatakan, Brahmana, bahwa hal-hal yang telah dilihat…, hal-hal yang telah didengar…, hal-hal yang telah diketahui patut dikemukakan.  Tetapi bukan berarti hal-hal yang telah dilihat, telah didengar, telah diketahui tidak patut dikemukakan.


Apabila seseorang mengemukakan hal-hal yang telah didengar, hal-hal yang telah dilihat, hal-hal yang telah diketahui, mengakibatkan kualitas batin yang buruk berkembang dan kualitas batin yang baik merosot, maka hal semacam itu tidak patut dikemukakan. Akan tetapi, apabila seseorang mengemukakan hal-hal yang telah diketahui, mengakibatkan kualitas batin yang buruk berkurang dan kualitas batin yang baik berkembang, maka hal semacam itu patut dikemukakan.   Apabila, seseorang mengemukakan hal-hal yang telah dilihat, mengakibatkan kualitas batin yang tidak baik berkembang dan kualitas batin yang baik merosot, maka hal semacam itu tidak patut dikemukakan.”

Jadi, bahkan untuk sesuatu yang sudah kita lihat sendiri, kita dengar sendiri dan kita ketahui sendiri, apabila informasi itu kalau disampaikan malah tidak membawa manfaat, membuat kualitas batin kita menjadi merosot, maka kita tidak layak menyampaikannya.

Ini kalau kita bicara dari sisi kita selaku pemberi pesan, yang hendak menyampaikan sesuatu.  Nah, bagaimana kalau kita berada di posisi penerima pesan.  Yang mana pesan itu sediri mungkin baik, tetapi karena kita mencurigai ada “udang dibalik batu”, maka kita menjadi tersulut emosi dan lupa akan nilai dari pesan itu.  Ini juga perlu kita waspadai, sebagai siswa Buddha kita belajar untuk tidak gampang terbawa emosi kalau mendengarkan sesuatu kritikan, masukan, walaupun mungkin menyerang kita.  Bukankah orang bijak berkata, “Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tetapi lihatlah apa yang disampaikan.” Dan bukankah Buddha mengatakan “Kesabaran adalah cara melatih diri/tapa yang terbaik.”

Ada beberapa cara yang diajarkan Buddha, untuk kita mengatasi kemarahan yang mungkin timbul, dikarenakan orang lain, baik ucapan maupun tindakan mereka.  (AN.III.185)

Pertama, kita harus mengembangkan Metta atau Cinta kasih, dengan kekuatan Cinta Kasih kita bisa mengatasi kemarahan. Kedua, kita bisa menggunakan Karuna atau Belas Kasih.  Kita melihat adanya penderitan dari orang yang menyampaikan sesuatu yang menyakitii kita tersebut, oleh karenanya kita menjadi ikut iba. Ketiga, adalah dengan mengembangkan Keseimbangan Batin atau sering juga diterjemahkan menjadi Non Dualitas, dimana pada dasarnya saya dan orang itu sama-sama manusia yang mengharapkan kebahagaiaan dan menghindari penderitaan.

Lalu cara yang lain, cara keempat, adalah dengan mendiamkan saja, tidak perlu bereaksi apa-apa, karena segala sesuatu itu akan baik-baik saja.

Dan yang terakhir, dengan menyadari bahwa semua itu terjadi tidak lain adalah bagian dari karma kita sendiri. Apapun itu, termasuk makian, hinaan, niatan jahat sekalipun dari orang tersebut adalah buah karma kita sendiri, karenanya kita harus menerimanya dengan bijaksana.

Jadi kesimpulan tulisan ini adalah untuk senantiasa mengembangkan Belas Kasih dan Kebijaksanaan, dalam hal apapun, termasuk menyuarakan sesuatu yang kita anggap sebagai kebenaran sekalipun. Semoga bermanfaat, dan bisa kita praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari.


Dirgahayu MBI, Semoga usia ke-68 membuat MBI semakin dewasa.  Ingat peduli saja tidaklah cukup, kita harus melayani.  Anjali.

 

Share:

Komentar (1)

Sudy Halim

Rabu, 12 Juli 2023 09:00

Namo Sanghyang Adi Buddhaya, terima kasih atas ceramah dharmanya, Romo.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS