Peduli dan Melayani
U.P. Amin Untario
Jum'at, 02 Februari 2024
MBI
Motto Peduli dan Melayani disengaja atau tanpa disengaja muncul di Munas Majelis Buddhayana Indonesia, Munas Wanita Buddhis Indonesia dan Rakernas Sekber Yabuddhi di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta 7-10 Desember 2023.
Sebenarnya motto ini bukan hal yang baru di lingkungan Buddhayana karena inti dari pergerakan Buddhayana adalah adanya kepedulian para pengurus MBI, WBI dan organ lainnya terhadap perkembangan Agama Buddha di Indonesia, khususnya di lingkungan Buddhayana. Wujud dari pergerakan yang nyata adalah pelayanan kepada umat Buddha yang ada di lingkungan Buddhayana di Indonesia. Jadi pada saat para aktivis Buddhayana mengumandangkan motto ini berulang ulang di acara Munas MBI dan WBI, tentunya hal ini tidak aneh dan motto ini juga menjadi kekuatan yang luar biasa dalam menyukseskan acara akbar di kedua organisasi tersebut.
Kata Peduli, kelihatannya sederhana saja, tetapi memiliki kekuatan yang sangat powerful dalam memulai komitmen pada diri para pengurus dalam mengemban tugas yang maha berat ini. Kenapa maha berat? Karena ruang lingkup organisasi ini adalah skala nasional, dari Sabang sampai Merauke. Sudah seperti mengurusi satu negara! Jarak tempuh dari Sabang sampai Merauke adalah sepanjang 5.245 km, yang setara dengan jarak dari Jakarta ke Korea Selatan yang berjarak 5.293 km. Bila kita naik pesawat dari kota Sabang dengan penerbangan langsung ke kota Merauke, maka akan membutuhkan waktu penerbangan sekitar 7-8 jam tanpa transit! Anda bisa membayangkan berapa luas negara Indonesia kita, yang berarti juga berapa luas jangkauan dari organisasi Buddhayana kita.
Tugas yang maha berat ini tidak mungkin serta merta akan diemban para pengurus MBI, WBI dan badan otonom lainya kalau tidak ada sesuatu yang mendorong ke arah tersebut. Peduli sih ya kami peduli dengan perkembangan agama Buddha di Indonesia, tapi tanpa suatu pergerakan yang teratur, masif, terencana dan baik, tidak mungkin perkembangan Agama Buddha Indonesia bisa berjalan dengan baik.
Statistik menunjukan tren penurunan dari jumlah penduduk Indonesia yang beragama Buddha dan ini kalau tidak ditindaklanjuti dengan baik dan cepat oleh seluruh umat Buddha di Indonesia, maka jangan menyalahkan siapa siapa kalau 20-30 tahun ke depan agama Buddha di Indonesia hanya akan menjadi sejarah saja! Kita semua jangan hanya saling menunjuk dan menyalahkan sana sini, bahwa pengurus wihara tidak kompeten, Sanghanya tidak melayani, tidak ada sekolah Buddhis yang baik, tidak ada Pendidikan Buddhis yang baik dan benar, organisasi Buddhis gontok-gontokan dan lain sebagainya.
Bila kita PEDULI, mari kita benahi apa yang kita rasakan kurang tepat, kurang baik, kurang benar, dan semua yang kurang kurang tersebut. Dan kalau kita mau melakukan pembenahan, kita tidak bisa hanya berkoar koar di luar sistem. Kita mesti masuk ke sistem tersebut. Dengan masuk ke dalam sistem, maka kita berkontribusi untuk pembenahan ke arah yang lebih baik. Contoh; kita mengeluh bahwa hanya ada sedikit sekolah Buddhis yang baik. Maka supaya sekolah Buddhis bisa menjadi lebih baik, maka kita mesti masuk ke yayasan-yayasan sekolah Buddhis dan membenahinya. Contoh lain; banyak wihara yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik dan benar, maka kita mesti masuk sebagai pengurus wihara tersebut untuk bisa membantu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Kata kedua adalah Melayani. Setelah memahami persoalan-persoalan yang ada di lingkungan Buddhis, ternyata Peduli saja tidak cukup, harus melakukan aksi yang lebih nyata dan langsung bisa dirasakan oleh umat Buddha kita. Pelayanan atau Melayani inilah yang menjadi kunci sukses dan nyata yang harus dilakukan oleh seluruh organisasi Buddhis yang ada di Indonesia, dimulai dari tingkat paling kecil yakni di akar rumput/wihara hingga ke tingkat pusat/nasional. Semua pemangku jabatan HARUS memahami filosofi pelayanan/melayani ini.
Dengan kemajuan teknologi yang demikian pesat sekarang ini, umat manusia termasuk umat Buddha, sudah semakin kritis. Banyak umat Buddha yang kritis menanyakan kemana uang/dana yang terkumpul lalu disalurkan kemana? Ada juga yang berpandangan bahwa wihara semakin banyak dan besar, tetapi umatnya sangat sedikit? Kemana saja pengurusnya?
Bukan saja hanya umat Buddha yang dikritisi, tapi Sangha pun banyak yang dikritisi walaupun tidak dilakukan dengan terang-terangan. Hal ini menunjukan memang pergeseran kebiasaan/ nilai-nilai yang ada di dalam komunitas Buddhis dulu dan sekarang sudah banyak berubah. Kesimpulan kami bahwa supaya perkembangan Agama Buddha mau berkembang dengan baik, pelayanan terhadap kepentingan umat Buddha harus dilakukan dengan baik, tepat sasaran dan langsung bisa dirasakan manfaatnya.
Melayani umat sangat besar cakupannya. Dimulai dari lingkungan cetiya, wihara, sekolah hingga ke rumah sakit. Pelayanan ke keluarga yang membutuhkan bantuan, sudah mesti rutin dilakukan. Kami di Majelis Buddhayana Indonesia melalui Lembaga Kepanditaan, telah memiliki lebih dari 1000 Pandita Buddhayana yang berada di seluruh wilayah Indonesia dengan tugas utama adalah MELAYANI umat Buddha, tidak hanya umat Buddha Buddhayana.
Pelayanan kepada umat oleh Pandita dimulai sejak adanya kelahiran dari pasangan Buddhis. Pandita akan turut hadir merasakan kebahagiaan dari pasangan tersebut di rumah sakit dengan memberikan selamat dan pembacaan doa doa kebahagiaan. Mungkin ada pasangan Buddhis yang menginginkan nama Buddhis buat anaknya, dan bisa dibantu untuk dicarikan nama Buddhis yang sesuai dengan keinginan dari pasangan Buddhis tersebut. Dari sisi perjalanan hidup manusia, maka Pandita selanjutkan akan melakukan pelayanan dalam hal “baby blessing” terhadap orangtua yang ingin balitanya mendapatkan berkah perlindungan Triratna, yang mana kita bekerja sama dengan anggota sangha tentunya.
Selanjutnya pelayanan dilakukan untuk pasangan yang menikah secara Buddhis dengan program bimbingan Pra-Perkawinan yang diikuti dengan pemberkatan pernikahan/ perkawinan secara Buddhis di wihara. Dan tentunya, manusia juga akan mengalami sakit dan momen yang sangat krusial ini, Pandita mesti juga hadir di rumah sakit maupun langsung ke rumah dalam menemani pasien menjalani kesulitan ini. Dengan pembacaan doa dan pendampingan yang terlatih, tentunya pelayanan ini akan sangat diapresiasi oleh umat Buddha yang lagi sakit.
Manusia hidup tentunya akan meninggal. Di momen ini, para Pandita juga harus hadir sejak proses pengurusan tempat untuk pelayatan hingga dikremasi ataupun dikebumikan. Tentunya kalau ada anggota Sangha di wilayah tersebut, akan memimpin upacara kematian ini sehingga menambah keyakinan dari keluarga umat Buddha yang meninggal ini. Ini adalah sebagian dari pelayanan yang mesti dilakukan disamping masih banyak bentuk pelayanan lain yang mesti diupayakan oleh para pemangku jabatan di organisasi-organisasi Buddhis.
Contoh lain yang sangat krusial adalah pendirian sekolah sekolah Buddhis yang baik dan bermutu bagus. Tidak bisa dipungkiri, perpindahan umat Buddha ke agama lain, paling banyak didominasi karena belajar di sekolah yang berbasis agama lain. Ini mewakili persentase tertinggi dari analisa kami. Umat Buddha harus memikirkan bagaimana supaya bisa menunjang pendirian sekolah sekolah Buddhis di seluruh wilayah Indonesia. Umat Buddha masih terkungkung dengan pandangan bahwa berdana untuk pembanguan wihara akan lebih besar karma baiknya dibandingkan dana untuk pembangunan sekolah Inilah yang menyebabkan kenapa banyak dijumpai wihara dibangun di seluruh Indonesia, sedangkan pembangunan sekolah Buddhis sangat terbatas.
Kita mesti merubah pola berpikir kita bahwa dana pembangunan sekolah Buddhis sangat penting dan akan memberikan karma baik yang besar sekali. Saat sekarang sangat dibutuhkan dana besar untuk diarahkan ke pendidikan Buddhis, terutama pendidikan Buddhis formal lewat sekolah-sekolah Buddhis.
Ayo berjuang teman teman! Mari kita semua Peduli dan Melayani supaya Agama Buddha bisa berkembang dengan baik di Indonesia. Ajaran Buddha yang demikian indah dan baik, jangan hanya dinikmati oleh segelintir umat saja. Kita mesti menjadi motor utama dalam penyebaran Buddhadharma ini sehingga bisa bermanfaat bukan hanya untuk umat Buddha saja, tapi untuk seluruh umat manusia.
Tidak ada sesuatu yang datang dengan tiba tiba/gratis (No Free Lunch in the world). Kita semua mesti berjuang kalau mau melihat anak cucu kita di Indonesia masih beragama Buddha di kemudian hari. Terima kasih!
Komentar (0)