Nyaman dengan Buddhayana
U.P. Vidyananda Sehi, SE.
Jum'at, 05 Januari 2024
MBI
Kita belum bisa memprediksi masa depan, termasuk tahun-tahun terakhir ini saya kembali melafalkan mantra Om Benza Satto Hom dan mantra 100 kata Benza Satto, yang puluhan tahun lalu sering kami lafalkan. Hal ini nyaman kami lakukan karena kami dalam Keluarga Buddhayana Indonesia yang mengakui ketiga mazhab dalam Buddhisme yakni Theravada, Mahayana dan Tantrayana / Vajrayana.
Menurut kami, Pandangan Buddhayana adalah kenyataan yang harus diterima di kalangan masyarakat Buddhis Indonesia, seperti yang sering kami dengar dari mendiang Eyang Bhante (Y.M. Jinadhammo Mahathera –red) "Umat Buddha itu majemuk; dari berbagai suku budaya di negeri ini, Tionghoa, Jawa, Sasak, Tamil, Bali, Batak, dan lain-lain, ada yang cocok dengan tradisi Theravada, ada yang cocok dengan tradisi Mahayana dan Tantrayana, maupun campuran ketiga aliran ini.
Misalnya kami condong ke Theravada dan baca mantra juga, hal ini bisa kami tuliskan secara terbuka begini karena kami Pandita dari Keluarga Buddhayana Indonesia. Kami nyaman di Keluarga besar Buddhayana ini. Tentunya untuk tokoh-tokoh yang berpandangan di luar Buddhayana ini hal yang sulit dilakukan, hanya dapat dilakukan di rumah pribadi saja.
Begitu juga dalam menulis artikel pendek setiap hari, kami bebas menulis tentang kisah-kisah dalam Dhammapada, kisah-kisah asal usul Bodhisatva Tara, mantra tertentu bahkan artikel cerita yang versi Mahayana, karena kami adalah Pandita dari Keluarga Buddhayana Indonesia. Kami merasa nyaman di Keluarga Buddhayana Indonesia ini.
Beberapa waktu lalu ini banyak yang bertanya dan konseling di massenger, berbagai permasalahan rumah tangga, tata cara sembahyang, masalah kerja, kemajuan pembacaan sutra dan lain-lain. Kami tidak akan berusaha merubah keyakinan yang bertanya, kebiasaan yang sudah baik diteruskan dilakukan, bila sudah biasa membaca Sutra, biasanya kami hanya menambahkan kebiasaan baik untuk meditasi cinta kasih & pelimpahan jasa kebajikan yang luas.
Ketika ada yang bertanya, "Romo Paritta apa yang bagus saya baca setiap hari? Kami harus tahu apa keyakinannya selama ini. Paritta adalah aliran THERAVADA, Bahasa PALI dan ada terjemahannya. Sutra/ Keng/ Cing itu aliran MAHAYANA, aslinya Bahasa Sansekerta tetapi biasanya sudah memakai bahasa MANDARIN, yang disesuaikan intonasinya, maknanya biasanya sedikit berbeda dengan tulisan Mandarinnya, misalnya TA PEI COU, mantra asli bernama MAHA KARUNA DHARANI. Jadi membaca Ta Pei Cou yang powerful harus tahu arti yang terkandung di dalam Mantra ini.
Mantra Tantrayana / Vajrayana, aslinya juga bahasa Sansekerta, tapi banyak juga yang pengantarnya memakai bahasa Tibet, tetapi mantra ya tetap bahasa Sansekerta misalnya Om Benza Guru Padma Siddhi Hung, Om Benzasatto Hom, Om Tare Tut Tare Ture Soha, Om Mani Padme Hung, dan sebagainya.
Kami harus mengetahui selama ini "keyakinannya" di Theravada, Mahayana atau Tantrayana atau apa keyakinannya selama ini, inilah indahnya pandangan Buddhayana, tidak memaksakan pandangan pribadi. Indahnya pandangan Buddhayana menerima ketiga aliran dalam Buddhisme ini.
Pandangan kami bahwa ketiga aliran yang luar biasa ini: Theravada, Mahayana, Tantrayana sudah sangat banyak makhluk Suci, para Bodhisatva, guru-guru luar biasa yang mencapai pencerahan WALAU HANYA MEMAKAI SALAH SATU SAJA CARA YANG DIAJARKAN BUDDHA INI. Mereka kami jadikan teladan, nyaman dan teguh dengan aliran masing-masing.
Bila mereka yang bertanya lebih condong ke Mahayana, mereka terbiasa membaca sutra dan melafal mantra (Amitabha atau Amitofo), biasanya kami akan sedikit tambahkan dengan mengajarkan meditasi cinta kasih atau meminta mereka mengunduh di YouTube : DR. Adi W Gunawan, Metta Arde (Bali Husada), Gede Prama juga ada tuntunan untuk pemula (buka dengan mode pesawat), lakukan pagi sebelum memulai aktivitas dan malam hari sebelum tidur, kemudian ingat melakukan pelimpahan jasa kebajikan yang luas.
Bila keyakinannya masih mengikuti tradisi (ajaran leluhur-red), yang biasanya lebih ke pasang dupa dan berdoa meminta berkah dari para dewa dan leluhur, maka kami arahkan untuk melafalkan nama Yang Maha Suci (mengulang Namo Tassa Bhagavatto Arahatto Sammasambuddhassa, mengulang Tisarana, mengulang Buddhanusati) atau melafalkan Om Mani Padme Hung (Terpujilah Permata di Tengah Teratai) bila rupangnya Dewi Welas Asih dan melatih menumbuhkan cinta kasih, diakhiri tentunya dengan pelimpahan jasa kebajikan yang luas.
Banyak juga teman-teman kalyanamitta yang curhat mereka giat melafalkan Ta Pei cou (Maha Karuna Dharani) atau Sin Cing (Prajna Paramita Sutra = Sutra Hati) sebanyak tujuh kali atau dua puluh satu setiap harinya, kami biasanya menyarankan menambah latihannya dengan meditasi Cinta Kasih dan diakhiri pelimpahan jasa kebajikan yang luas.
Kami juga menyarankan agar mereka menentukan waktu untuk membaca Sutra misalnya setengah jam lamanya, besoknya kalau waktu agak senggang boleh satu jam, jangan sampai terburu waktu melafalkan dengan sangat cepat sehingga tidak "menjiwai" pelafalan sutranya. Lakukanlah dengan tulus ikhlas, hormat, fokus dan perasaan bahagia atau penuh keyakinan.
Kebiasaan baik ini juga akan sangat bermanfaat bagi kita semua, apabila saat kita akan berpindah alam nantinya. Dengan tetap memegang teguh mantra yang sudah dilafalkan puluhan tahun ini, akan membawa ketenangan dan kedamaian dalam pikiran sesaat sebelum meninggal, sehingga mengkondisikan kelahiran kembali yang jauh lebih baik.
Dan bila saatnya nanti, anak-anak sudah dewasa, dan mereka memilih tradisi Buddhis yang tidak sama dengan keyakinan kami saat ini, bila anak-anak jatuh hati dengan tradisi Buddhis yang lain, tentunya tidak akan menimbulkan ketidaksukaan.
Inilah mengapa kami sangat nyaman berada di lingkungan Buddhayana. Pandangan Buddhayana merupakan realita di masyarakat Buddhis dunia dan tentu saja di Indonesia. Menerima kenyataan, mengurangi penderitaan.
Gan En Sukong Ashin Jinarakhita. Namaskara Bhante.
Komentar (0)