HIDUP ITU TIDAK ADIL
U.P. Shakyavira Vamsa Suirianto
Jum'at, 05 Desember 2025
MBI
Beberapa waktu yang lalu penulis sempat menonton sebuah video di youtube dari seorang dokter dan influenser kesehatan yang cukup dikenal luas di Indonesia. Dalam video tersebut beliau menyatakan bahwa kehidupan memang tidak adil, banyak orang lahir dan hidup dengan kondisi yang sangat berbeda. Beliau mengaku bahwa sejak lahir ia sudah mendapat privilege (dari keluarga berkecukupan, anak tunggal, memiliki warisan dan rumah), ada orang yang harus susah payah mencari uang empat juta, namun ada orang lain yang bisa makan steak seharga empat juta. Ia mengangap bahwa tidak semua orang mendapat kemudahan, sehingga kehidupan ini tidak adil, life is not fair.
Kali ini penulis ingin mengajak kita semua renungkan sejenak satu kalimat dari video tersebut bahwa “Hidup itu tidak adil”. Apa pandangan ajaran Buddha terkait kalimat ini, apakah benar hidup itu memang tidak adil ataukah sebenarnya kerena pandangan kita saja sehingga belum memahami tentang keadilan yang sejati?
Seorang pemuda yang sedang mencari kebenaran, kebingungan karena memiliki pemahaman yang tidak jelas mengenai munculnya perbedaan-perbedaan di antara umat manusia. Ia menghampiri Buddha dan bertanya dengan penuh hormat mengenai persoalan ini: “Yang Mulia, meskipun ada banyak manusia di dunia ini, mereka semua berbeda satu sama lain.
Mengapa ada orang panjang umur sementara yang lain tidak berumur panjang?
Mengapa ada yang sakit-sakitan sementara yang lain sehat?
Mengapa ada yang jelek sementara yang lain rupawan?
Mengapa ada yang hanya punya sedikit teman dan yang lainnya banyak teman?
Mengapa ada yang kaya dan ada yang miskin?
Mengapa ada yang lahir di kasta tinggi dan yang lain lahir di kasta rendah?
Mengapa ada yang lahir dengan kecerdasan tinggi sementara yang lain tidak cerdas?”
Dari sini akan muncul pandangan bahwa memang terjadi ketimpangan dalam hidup ini, akan muncul potensi perasaan iri, kecewa, bahkan putus asa, karena serasa ada ketimpangan tersebut.
Lalu Buddha memberi jawaban atas pertanyaan dari pemuda tersebut “Oh, anak muda, semua mahluk memiliki karma sendiri, mewarisi karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri, terlindung oleh karmanya sendiri. karmalah yang membedakan makhluk-makhluk menjadi rendah maupun mulia.“
Buddha tidak berbicara tentang keadilan buatan manusia, tetapi tentang sebuah keadilan alamiah; hukum konsekuensi sebab dan akibat yang bekerja secara otomatis yang disebut sebagai karma. Kita adalah pemilik karma sendiri, kita adalah pewaris karma sendiri
karma adalah asal usul kita, karma adalah kerabat terdekat kita, karma adalah perlindungan kita dan kita mewarisi hasil dari karma yang kita lakukan baik itu perbuatan bajik maupun yang buruk.
Buddha mengajarkan bahwa pandangan seperti itu muncul karena kita belum bisa melihat sebab-sebab yang tersembunyi, terutama mengenai karma masa lalu. Karma bukanlah sesuatu yang mudah dimengerti. Jejak karma sulit dilihat, hanya orang dengan kebijaksanaan yang dapat memahaminya dengan baik.
Segala kondisi yang kita alami hari ini adalah hasil dari perbuatan kita sendiri yang didasari oleh niat atau kehendak (cetana), baik masa kini maupun masa lampau, tidak ada yang kebetulan, tidak ada yang “tidak adil”, semuanya sesuai dengan sebab dan akibat dari perbuatan kita sendiri.
Sebagai ilustrasi, seperti seorang petani; jika menanam padi, akan tumbuh padi. Jika menanam cabai, tumbuh cabai. Kalau tidak menanam apa-apa, tidak akan panen. Demikian pula hidup kita, apa yang kita alami sekarang adalah hasil benih karma yang pernah kita tanam pada masa lampau.
Keadilan dari sudut pandang dunia sering kali diukur dengan “sama rata” semua orang harus dapat bagian yang sama inilah yang disebut sebagai sebuah keadilan. Namun keadilan dalam ajaran Buddha tidaklah demikian bukan sama rata, tetapi sesuai dengan sebab-sebab yang diperbuat oleh seseorang.
Buddha bersabda : “Yaṁ kammaṁ karoti, taṁ vedeti” Apa pun perbuatan yang dilakukan, itulah yang akan dialami.” Jadi, jika kita melihat seseorang lahir miskin atau menderita, itu semua bukanlah karena hidup ini tidak adil, melainkan karena buah dari benih karma masa lalu yang kini berbuah. Hal ini tidak untuk menghakimi, tetapi untuk menumbuhkan kebijaksanaan dan belas kasih di dalam diri.
Buddha juga tidak menutup mata bahwa di dunia sosial, ada hal-hal yang secara sosial tampak tidak adil, tindak criminal, korupsi, penindasan, kekerasan, diskriminasi, dan lain sebagainya. Namun, ajaran Buddha mengajak kita tidak larut dalam kebencian, melainkan merespons dengan kebijaksanaan (paññā) dan cinta kasih (mettā).
“Kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian; hanya dengan cinta kasih kebencian akan berakhir. Inilah hukum yang kekal.” (Dhammapada 5)
Ada beberapa sikap yang bisa kita kembangkan untuk mengikis pandangan bahwa kehidupan tidak adil, antara lain:
1. Pahami bahwa semua orang sedang memetik hasil karma masing-masing.
2. Kembangkan welas asih terhadap mereka yang menderita.
3. Teruslah berbuat bai, meski dunia tampak tidak adil karena hukum alam pasti menegakkan keadilan sejati.
Hidup bukanlah tentang keadilan duniawi, tetapi tentang kebijaksanaan memahami sebab dan akibat. Jika kita ingin hidup yang lebih adil, sama seperti kehidupan hari ini yang merupakan hasil bentukan masa lalu, maka tanamlah benih-benih kebajikan hari ini, sebab benih itulah yang akan menentukan masa depan kita.
“Seperti roda pedati mengikuti langkah kaki lembu, demikian pula penderitaan mengikuti perbuatan buruk. Seperti bayangan yang tak terpisahkan, demikian pula kebahagiaan mengikuti perbuatan baik.” (Dhammapada 1 dan 2)
Hidup bukannya “tidak adil” tetapi hidup berjalan sesuai karma. Keadilan sejati ada dalam hukum sebab-akibat, bukan dalam pandangan dunia. Setiap perbuatan baik hari ini menciptakan masa depan yang lebih baik demikian pula sebaliknya setiap perbuatan buruk hari ini akan menciptakan kehancuran bagi masa depan.
Semoga dengan memahami hukum karma, kita tidak lagi mengeluh tentang ketidakadilan hidup, tetapi bertekad menanam kebajikan, mengembangkan cinta kasih, dan menumbuhkan kebijaksanaan untuk mencapai kedamaian sejati, karena setiap tindakan yang kita lakukan, sekecil apa pun, memiliki dampak. Dengan memahami hukum karma kita menjadi tahu bahwa hidup ini adalah hasil dari tindakan-tindakan kita sendiri. Sādhu..sadhu..sadhu..
Daftar Pustaka :
@Murdok-47. (2025 Agustus 25). dr. Tirta : Hidup itu ga adil. https://youtube.com/shorts/Y7SjAb0AonU?si=y6jtGq1dQC__l0CQ
Y. M. Sayadaw, Mahasi. Teori Kamma Dalam Buddhisme. Yogyakarta : Vidyasena Vihara Vidyaloka. 2003.
Komentar (0)