Jadilah Pahlawan Sejati Yang Menaklukkan Diri Sendiri
U.P. Panna Dhamma Haryanto Tanuwijaya
Rabu, 03 Desember 2025
MBI
“Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh di ribuan pertempuran, namun orang yang menaklukkan dirinya sendiri, dialah pemenang sejati.” (Dhammapada 103)
Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan penuh keberanian dan pengorbanan demi kemerdekaan negara tercinta ini. Jasa-jasa para pahlawan selalu dikenang dan didoakan seluruh rakyat Indonesia dengan mengheningkan cipta dalam berbagai kesempatan. Sekarang, setelah bangsa Indonesia 80 tahun merdeka, sebagai warganegara yang baik, kita umat Buddha berkewajiban meneruskan perjuangan para pahlawan untuk memerdekakan diri sendiri dari penjajahan batin yaitu mengikis keserakahan (Lobha), kebencian (Dosa), dan kebodohan batin (Moha) agar kita mencapai pembebasan dari penderitaan.
Kepahlawanan di medan perang melawan penjajah memang telah usai, tetapi kita harus mewujudkan perjuangan batin, yaitu perjuangan menaklukkan musuh dalam diri kita sendiri. Buddha Gautama bersabda (Dhammapada, 103),“Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh di ribuan pertempuran, namun orang yang menaklukkan dirinya sendiri, dialah pemenang sejati.” Sabda Sang Buddha ini jelas menyampaikan bahwa kemenangan sejati seseorang adalah kemenangan akan keserakahan (Lobha) yang membuat kita tidak pernah merasa puas; kebencian (Dosa) yang menimbulkan pertikaian dan penderitaan diantara kita, dan kebodohan batin (Moha) yang membuat kita salah melihat kenyataan dan terus berputar dalam lingkaran samsara. Untuk menaklukkan musuh luar, kita membutuhkan keberanian, namun untuk menaklukkan musuh dalam diri kita sendiri, kita membutuhkan kebijaksanaan dan kesadaran.
Medan Perang Tak Kasat Mata
Alkisah di jaman Budha Gautama, hiduplah seorang raja bernama Raja Pasenadi Kosala, seorang raja yang cerdas, jujur, dan bijak. Namun Raja Pasenadi memiliki kelemahan batin, yaitu sering dikuasi oleh keserakahan, amarah, dan kesedihan. Meskipun beliau adalah seorang raja yang perkasa dengan kekuasaan tak terbatas, namun Raja Pasenadi masih mau belajar kepada Buddha dengan tujuan memperbaiki diri. Sebagaimana dikutip dalam Saṃyutta Nikāya 3.3 (SN 3.3), Raja Pasenadi berkata, “Bhagavā adalah guruku; aku adalah muridNya.”. Melihat keinginan kuat Raja Pasenadi untuk belajar, sebagai seorang guru yang bijaksana, Buddh menasehati (SN 3.25), “Menaklukkan orang lain itu mudah, wahai Raja. Tetapi menaklukkan diri sendiri, itu pekerjaan orang bijaksana.” Buddha Gautama mengingatkan bahwa medan perang batin jauh lebih sulit daripada medan perang luar, karena medan perang batin tak kasat mata. Musuh batin tidak terlihat oleh mata kita, tetapi terus menyerang pikiran melalui keserakahan, kebencian, dan kebodohan yang tidak disadari seseorang sehingga membuat kita salah dalam melihat dan menghadapi kenyataan. Oleh karena itu di dalam Dharma, siapa yang mampu melawan dan mengendalikan batinnya, dia lah pahlawan sejati.
Keteladanan Buddha
Buddha sendiri memberi keteladanan melalui perjuangan kepahlawanan tidak dengan pedang dan tanpa kekerasan. Buddha berjuang welas asih dan kebijaksanaan. Sebagaimana kita ketahui, sebelum Buddha mencapai pencerahan, Beliau menghadapi begitu banyak rintangan, seperti: mara penggoda dengan kenikmatan, rasa takut, dan keraguan. Akan tetapi Buddha dapat menaklukkan Mara dengan keteguhan batin dan kebijaksanaan. Buddha melewati semua rintangan tanpa kebencian dan kekerasan. Inilah contoh kemenangan sejati, kemenangan batin untuk mengakhiri penderitaan tanpa menimbulkan luka baru akibat dari kekerasan.
Ada pula kisah kepahlawanan batin lainnya yaitu kisah Angulimala, seorang pembunuh besar yang menewaskan banyak orang. Suatu hari ketika bertemu Angulimala, Buddha tidak melawannya dengan kekerasan, melainkan dengan kekuatan kebenaran dan cinta kasih. Sewaktu Angulimala berlari mengejar Sang Buddha, ia tidak mampu menyusul, meski Buddha hanya berjalan biasa. Dengan penuh welas asih, Buddha berkata, “Aku telah berhenti, Angulimala. Engkaulah yang belum berhenti.” (MN 86, Angulimala Sutta). Kata-kata tersebut sangat menyentuh batin Angulimala sehingga ia bertobat, meninggalkan kekerasan, dan memutuskan menjadi biksu yang penuh damai dan cinta kasih. Inilah contoh pahlawan sejati dalam Dharma, ia mampu menaklukkan diri sendiri dan mengubah keburukan menjadi kebaikan.
Pahlawan di Zaman Modern
Di zaman modern serba digital saat ini, kita tidak lagi berhadapan dengan medan perang fisik. Namun demikian, di kehidupan modern kita menghadapi tantangan dan godaan batin yang berbeda seperti keserakahan akan harta atau jabatan, keinginan atas pengakuan, harga diri, amarah karena perbedaan atau perlakuan dari orang lain, dan rasa iri terhadap keberhasilan orang lain, dan lain sebagainya.
Pahlawan sejati di zaman modern saat ini diwujudkan dalam sikap dan perilaku kita sehari-hari. Sebagai contoh, kita berani berkata tidak pada hal-hal yang tidak benar, menjaga integritas diri dengan tetap jujur meski ada kesempatan dan tidak ada pengawasan, mampu menahan diri dari amarah dan dengki terhadap perilaku orang lain, menahan diri tidak mengumbar nafsu amarah dan kebencian di media sosial, dan penuh welas asih dan tetap berbuat baik walau tidak diketahui orang atau bahkan tidak dihargai orang lain. Guru Agung kita, Buddha Gotama telah mengajarkan bahwa kemenangan atas diri sendiri membawa kedamaian yang tak tergoyahkan, sementara itu kemenangan atas orang lain hanyalah sementara atau sesaat saja.
Sudah sepatutnya kita meneladani para pahlawan bangsa yang berjuang bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kemerdekaan dan kebahagiaan bersama seluruh bangsa Indonesia. Para pahlawan bangsa telah berjuang penuh semangat dan berkorban tanpa pamrih. Demikian pula kita sebagai praktisi Dharma sejati, mari kita berjuang bukan untuk kitkemuliaan duniawi, tetapi untuk membebaskan diri kita dan makhluk-makhluk lainnya dari penderitaan. Inilah semangat dalam Buddha Dharma tentang parami (kesempurnaan batin), yaitu: kebajikan, pengorbanan, dan cinta kasih tanpa batas. Mari kita menjadi pahlawan sejati dalam jalan Dharma dengan: 1). Melatih sila (moralitas) untuk menjaga diri kita dari perbuatan jahat atau salah, 2). Mengembangkan samadhi (konsentrasi) agar batin kita selalu tenang dan stabil, dan 3). Menumbuhkan panna (kebijaksanaan) agar kita mampu melihat kebenaran sejati.
Nah, pada saat kita memperingati Hari Pahlawan 10 November setiap tahun, jangan hanya menundukkan kepala mengheningkan cipta bagi para pahlawan yang gugur mendahului kita. Namun kita juga bertekad membangkitkan semangat kepahlawanan batin dalam diri kita. Kita gunakan kesadaran dan cinta kasih yang kita miliki sebagai senjata untuk menaklukkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin dalam diri sendiri.
Jadilah pahlawan sejati dalam kehidupan saat ini dengan berani melawan keegoisan,
berani memaafkan ketika disakiti, berani mengiskis keinginan dengan kebijaksanaan, berani melawan amarah dengan kesabaran, menebar kebaikan dan cinta kasih di tengah dunia yang penuh kebencian. Untuk mewujudkannya, kita cukup mengikuti jalan Buddha sebagai tuntunan menumbuhkan kedaimaian agar tercapai kebebasan sejati.
Semoga kita semua dapat menjadi pahlawan sejati di jalan Dharma, senantiasa bertekad dan berjuang menaklukkan diri sehingga mampu membawa kedamaian bagi dunia.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia
Komentar (0)