Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Dharma Gaul: Bikin Generasi Melek Buddha!

Cari

Tampilkan Artikel

Dharma Gaul: Bikin Generasi Melek Buddha!

U.P. Mita Kalyani Irma Gunawan

Jum'at, 07 Maret 2025

MBI

Ajaran Buddha adalah warisan kebijaksanaan yang telah bertahan selama lebih dari 2.500 tahun. Namun, di era modern ini, tantangan untuk menyebarkan dan mempertahankan ajaran ini semakin kompleks.  Membangun sekolah, universitas, tempat meditasi, atau wihara saja tidak cukup. Kita perlu lebih dari itu: sebuah pendekatan yang kreatif, relevan, dan berani untuk mengenalkan Dharma kepada generasi sekarang dan yang akan datang.

 

 


Saat ini, praktik meditasi atau mindfulness yang merupakan inti ajaran Buddha, banyak diadopsi, dimodifikasi, atau bahkan diduplikasi oleh agama dan keyakinan lain. Ini sebenarnya hal yang baik, karena berarti nilai-nilai ajaran Buddha bermanfaat bagi banyak orang. Namun, di sisi lain, kita juga perlu bertanya: mengapa ajaran Buddha sendiri justru terasa semakin "hambar" di kalangan umat Buddha? Mengapa kemasan dan penyajiannya mungkin terasa kurang menarik bagi generasi muda? Hal ini terlihat dari dominasi umat berusia tua yang hadir dalam kebaktian di wihara-wihara.

 

Ini saatnya bagi para Sangha, pandita, majelis, organisasi Buddhis, dan bahkan lulusan sekolah tinggi ilmu agama Buddha yang makin banyak saat ini, untuk lebih serius memikirkan strategi penyebaran Dharma.  Kita tidak bisa terus berperan aman dengan dalih bahwa "menjadi bahagia, bijaksana, dan suci tidak harus beragama Buddha" atau bahwa "agama Buddha adalah agama cinta damai".  Jika kita tidak berani menunjukkan identitas dan mengenalkan ajaran Buddha dengan cara yang menarik, bagaimana kita bisa mengajak orang lain turut serta keluar dari samsara dan mencapai pembebasan?

 

Misionaris Buddhis: Jemput Bola, Bukan Menunggu!

Saat ini, kita perlu melahirkan "misionaris" Buddhis yang berani "jemput bola", bukan sekadar seperti pedagang kitab agama.  Misalnya, dengan mengajak kerja sama sekolah-sekolah, mulai dari level bawah yang kekurangan fasilitas atau tenaga guru agama Buddha yang bersedia menjadi sukarelawan karena terkendala biaya. Hingga sekolah nasional plus atau internasional yang tidak memiliki pelajaran agama.  Seringkali, kendala lain adalah guru agama Buddha yang tidak mahir berbahasa Inggris, sehingga tidak memenuhi kualifikasi standar pengajar di sekolah tersebut.

 

Selanjutnya, kita juga perlu mengubah cara kebaktian untuk anak muda atau sekolah minggu, membuatnya lebih sesuai dengan gaya generasi saat ini. Tata cara kebaktian untuk anak muda atau sekolah minggu sering kali dianggap kurang relevan dengan gaya generasi saat ini. Di sisi lain, ada kekhawatiran dari para sesepuh bahwa perubahan tata cara kebaktian bisa menghilangkan esensi atau dianggap melanggar aturan dan tata krama yang telah lama dijaga. Mungkin perlu melibatkan para cendekiawan Buddhis untuk meneliti dan memberikan masukan tentang bagaimana mengemas kebaktian tanpa menghilangkan esensi Dharma.  Atau dapat juga mengadakan diskusi terbuka antara generasi muda dan sesepuh untuk mencari titik temu antara tradisi dan inovasi.

 

Generasi muda saat ini hidup di dunia yang serba cepat dan penuh disrupsi. Jika kita ingin menarik perhatian mereka, kita perlu mengemas ajaran Buddha dengan cara yang kreatif dan relevan. Misalnya, menggunakan media sosial, podcast, atau konten visual untuk menyampaikan Dharma. Kita juga bisa mengadakan acara-acara yang menggabungkan kebijaksanaan Buddha dengan aktivitas modern, seperti meditasi di alam terbuka, workshop mindfulness dan healing, atau bahkan konser musik bertema spiritual.

 

Untuk kalangan dewasa atau profesional, kebaktian dan kegiatan pelayanan perlu dirancang dengan melibatkan kepedulian emosional, networking, dan manfaat praktis. Tidak melulu serius atau kaku, tetapi juga menyenangkan dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan dalam Dhammapada 354: "Pemberian Dharma mengalahkan semua pemberian; rasa Dharma mengalahkan semua rasa; kegembiraan dalam Dharma mengalahkan semua kegembiraan; dan lenyapnya keinginan mengalahkan semua penderitaan."  Artinya, ajaran Buddha harus disajikan dengan cara yang menggugah hati dan menciptakan kegembiraan, bukan sekadar ritual yang kaku.

 

Tantangan dan Harapan ke depan

Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana membuat ajaran Buddha tetap relevan di tengah arus modernisasi dan globalisasi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan metode lama. Kita perlu berinovasi, berkolaborasi, dan berani mengambil langkah-langkah baru. Dalam Dhammapada 276, Buddha mengingatkan: "Kamu sendirilah yang harus berusaha, para Buddha hanya menunjukkan jalan."  Artinya, tanggung jawab untuk menyebarkan Dharma ada di tangan kita semua. Jika kita ingin ajaran Buddha tetap hidup dan bermanfaat bagi banyak orang, kita harus berani mengambil tindakan sekarang juga.

 

Mari kita siarkan ajaran Buddha dengan cara yang kreatif, relevan, dan penuh semangat, agar kita bisa membawa Dharma ke hati lebih banyak orang, membantu mereka keluar dari samsara, dan mencapai kebahagiaan sejati.

 

 Sadhu, sadhu, sadhu!

 

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS