Mengatasi Sampah Batin (bagian-2)
U.P. Dharmananda Agus Wijaya
Latihan meditasi dalam ajaran Buddha pada dasarnya adalah melatih pikiran. Untuk mengatasi sampah batin, unsur pengendalian pikiran tidak dapat dipisahkan. Dan kunci utama pengendalian pikiran adalah sadar penuh. Sadar penuh memungkinkan kita melihat kekotoran batin yang muncul kepermukaan sehingga kita dapat mengubahnya menjadi energi positif. Wujud energi positif ini membuat kita menjadi orang yang lebih sabar dan lebih bijak untuk terus berlatih.
Sampah batin merupakan sumber penderitaan yang sulit dibersihkan secara total kecuali seseorang telah mencapai tingkat kesucian tertinggi yaitu Arahat. Tapi meskipun sampah batin sulit dibersihkan, tetapi bukan berarti tidak dapat dicapai. Dengan mengurangi produksi sampah batin dan meningkatkan pengembangan batin melalui meditasi maka kita dapat secara efektif mengatasinya. Memahami bahaya laten dari sampah batin yang dapat menghambat perkembangan spiritualitas akan mendorong setiap individu untuk berupaya keras mengatasinya. Sampah batin adalah sumber penderitaan yang berkelanjutan dalam siklus kelahiran yang berulang (samsara). Keberadaannya menjadi penghalang dalam kehidupan kita dan menghambat latihan meditasi.
Kebiasaan kita sehari hari membentuk pola pikir yang menentukan dimana kita akan dilahirkan. Semakin suci dan murni pikiran seseorang maka pencapaian tingkat spiritualnya semakin tinggi. Konsisten dalam meningkatkan kualitas batin akan membuat batin kita semakin murni sehingga kita akan terbebaskan dari samsara. Satu satunya cara untuk mencapai pembebasan dari samsara dalam ajaran Buddha adalah dengan merealisasikan pemurnian pikiran (batin) sebab pikiran adalah pelopor segala bentuk perbuatan negatif. Pencapaian kesucian batin tertinggi adalah pembebasan dari kekotoran batin. Inilah kondisi batin yang menjadi tujuan akhir seorang Buddhis.
Agama Buddha mengajarkan bahwa kelahiran dalam samsara adalah suatu proses yang sangat panjang. Setiap makhluk telah mengalami proses kelahiran dan kematian yang tak terhitung jumlahnya. Begitu juga dengan sampah batin yang telah dihasilkan tak terhingga banyaknya. Apakah kita selama ini sudah mengelolah sampah batin dengan cara yang tepat? Bagaimana dengan kemarahan, keserakahan, keegoisan yang menumpuk dipikiran bawah sadar kita? Apakah semakin berkurang atau bertambah sepanjang kehidupan ini?
Setiap orang perlu menetapkan batas waktu pengolahan batin menuju perbaikan spiritual yang lebih serius. Kelahiran dengan tubuh manusia ini sangat sulit diperoleh dan dapat berakhir kapan saja. Ketika kematian tiba, semua upaya mengatasi kekotoran batin akan pupus. Meskipun kita punya tabungan milyaran dollar, ditemani suami atau istri yang baik, banyak anak dan rumah mewah yang besar, semua itu tidak mampu menolong kita mengatasi sampah batin yang muncul saat kematian tiba. Kita seharusnya lebih peduli dalam upaya mengatasi sampah batin untuk meraih kedamaian dan pencapaian kemajuan spiritual. Selagi jasmani dan batin masih eksis, gunakan sebaik baiknya. Jangan gunakan tubuh ini, yang dianggap sebagai wadah emas, hanya untuk mengotori batin tanpa mampu mengolahnya menjadi energi positif.
Sebelum mengolah sampah batin, kita perlu mengenali kekotoran batin yang terdiri dari 3 kelompok dan cara mengatasinya, yakni :
a. Vitikkama Klesha (kekotoran batin kasar): Klesha ini biasanya muncul ke permukaan melalui ucapan dan perbuatan seperti; memfitnah, berzina dan tindakan kekerasan fisik. Klesha jenis ini dapat diatasi dengan praktik kemurnian Sila, meliputi; ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar.
b. Pariyutthana Klesha (kekotoran batin sedang): Klesha ini muncul hanya sebatas pikiran negatif saja, tidak muncul kepermukaan sebagai ucapan atau tindakan. Misalnya; pikiran jahat, kecemburuan, keragu raguan dan sebaginya. Klesha yang ini dapat diatasi dengan praktik Samadhi yang meliputi; daya upaya benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
c. Anusaya Klesha (kekotoran batin halus): Klesha ini tanpa wujud ekspresi nyata, tersembunyi jauh di dalam batin dan paling sulit diatasi seperti; nafsu keinginan, kesombongan, ketidak-tahuan dan sebagainya. Klesha jenis ini dapat diatasi dengan memunculkan kebijaksanaan yang meliputi; pandangan benar dan pikiran benar.
Sebelum mengembangkan kebijaksanaan kita perlu menjaga sila secara murni. Tanpa sila yang baik konsentrasi tidak dapat berkembang. Ketenangan dari latihan konsentrasi mengkondisikan munculnya kebijaksanaan. Sila, konsentrasi dan kebijaksanaan adalah latihan yang saling terkait dalam proses dan upaya merealisasikan jalan kesucian. Jalan kesucian diwujudkan melalui penembusan “pandangan benar” sehingga muncul pikiran benar. Dengan pikiran benar muncul ucapan benar. Dengan ucapan benar muncul perbuatan benar. Dengan perbuatan benar muncul penghidupan benar. Dengan penghidupan benar maka muncul upaya benar. Dengan upaya benar muncul sadar-penuh benar. Dengan sadar-penuh benar muncul konsentrasi benar. Dengan konsentrasi benar muncul pandangan benar. Melalui penembusan “pandangan benar” ini sebagai pelopor menuju jalan pembebasan.
Demikianlah mengatasi 3 jenis sampah batin diatas melalui tiga kelompok latihan yaitu; Sila, Samadhi, Panna, yang merupakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Buddha telah menunjukkan jalan untuk mengatasi kekotoran batin melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan dengan terang benderang. Inilah jalan menuju pembebasan sejati yang telah dilalui para Ariya dengan pengetahuan langsung yang memunculkan pandangan benar. Semestinya tidak ada lagi keraguan terhadap jalan untuk memadamkan penderitaan secara sempurna tanpa tersisa ini. Seandainya masih ada keraguan tentang merealisasikannya, kita harus tetap berjuang menghadirkan “kesadaran penuh” dalam setiap aktivitas kita.
Jadikan meditasi sebagai bagian dari hidup kita yang tak terpisahkan, sama seperti sampah batin. Kita tidak dapat mengatasi sampah batin dengan kebencian atau membuangnya begitu saja karena hal itu justru akan menambah kekotoran batin kita. Sampah batin dibuang dengan cara pengendalian diri dalam bentuk perbuatan bajik, perhatian penuh, kesabaran dan kebijaksanaan, bukan dibuang keluar hingga mengkontaminasi yang lainnya.
Sesungguhnya tidak semua sampah berakhir sebagai sampah, ada sampah yang dapat dimanfaatkan. Seperti keberadaan sampah batin justru memungkinkan kita untuk berlatih. Tanpa sampah batin kita tidak dapat merealisasikan jalan pembebasan.
Pencapaian jalan pembebasan sejati memang masih jauh dari upaya kita. Namun dengan pemahaman bahwa ada “Jalan Mulia Berunsur Delapan” yang dapat membawa kita menuju pembebasan sejati. Ini merupakan hal yang penting, karena suatu saat ketika sebab dan kondisi telah terpenuhi, maka kita tidak lagi kesulitan untuk merealisasikannya.