Kathina datang, semua senang
U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra
Sabtu, 19 Oktober 2024
MBI
Dalam agama Buddha, sangha adalah komunitas rohaniwan yang secara khusus memiliki semangat untuk belajar dan berpraktik dharma ajaran Buddha. Melalui hasil praktik yang dijalankan maka sangha memberikan pelayanan kepada umat Buddha agar dapat memahami ajaran dan meningkatkan kualitas batin dan memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Guru Buddha pernah bersabda, “Barang siapa dengan jalan mampu berbuat kebajikan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang pernah dilakukan, maka ia akan menerangi dunia ini, seperti rembulan yang terbebas dari awan” (Dhammapada, 173).
Kemarin, Jumat 18 Oktober 2024 persis dimulai perayaan Sanghadana Kathinakala di tahun 2024 hingga sebulan ke depan. Suatu peristiwa penting dalam kalender ritual dan spiritual umat Buddha, menyambut berakhirnya masa vassa (musim penghujan), dimana selama tiga bulan lamanya para Biksu biksuni menyepi, rehat sejenak dari kesibukannya berkeliling membabarkan dharma dan melayani umat Buddha, untuk kembali ke dalam dirinya, menenangkan diri, menyepi dari hiruk pikuknya rutinitas keseharian yang kadang sangat melelahkan itu.
Kathina bukanlah nama bulan seperti yang selama ini sering disangkakan oleh sebagian umat Buddha, sebagaimana halnya Waisak dan Asadha. Nama bulannya sendiri adalah Kattika (pali) atau Kartika (Sanskrit). Kaṭhina merupakan sebuah kata dalam bahasa pali yang merujuk kepada bingkai kayu yang digunakan untuk mengukur panjang serta lebar potongan jubah atau pakaian para biksu. Jadi Kathina ini memang merujuk pada jubah, sehingga memang tidak afdol rasanya kalau perayaan Kathina tanpa persembahan jubah.
Sedikit mengulang sejarah, dahulu terdapat tiga puluh orang biksu yang sedang berada dalam perjalanan untuk bertemu dan menghabiskan masa vassa bersama Buddha. Namun, dikarenakan hujan sudah terlebih dahulu turun sebelum mereka sampai di tujuan akhirnya mereka menghentikan perjalanan mereka di Saketa. Hal tersebut disebabkan oleh aturan yang ditetapkan Buddha mengenai masa vassa, setelah mendapatkan masukan umat, dimana para biksu tidak melakukan perjalanan selama musim penghujan, karena berpotensi akan melukai tetumbuhan dan binatang secara tidak sengaja selama perjalanan mereka.
Setelah mereka menyelesaikan masa vassa, mereka kemudian pergi menemui Buddha. Oleh karena keberhasilan mereka, dan melihat jubah mereka sudah usang dan rusak, lalu Buddha memberikan beberapa lembar kain yang didapatkan dari umat awam kepada tiga puluh biksu tersebut. Buddha pun memerintahkan para biksu tersebut untuk membuat kain-kain tersebut menjadi jubah untuk pakaian mereka.
Lalu berkembanglah tradisi ini, umat Buddha mempersembahkan jubah Kathina kepada para biksu biksuni setelah mereka selesai masa vassa, yang awalnya ada aturan-aturan khusus, lama kelamaan menjadi kepada semua biksu biksuni yang ada. Dan juga berkembang lagi kemudian persembahannya bukan lagi jubah tapi kebutuhan yang lain, seperti makanan dan obat-obatan. (baca artikel dharma : Kathina, masih relevankah?, Jumat, 27 Oktober 2023)
Oleh karena itu, di Keluarga Buddhayana Indonesia, kita menggunakan istilah Sanghadana Kathinakala, yang menurut pendapat penulis sudah tepat, karena realita yang terjadi saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan jaman awal perayaan Kathina di masa Buddha. Makna vassa (menetap di musim penghujan) sendiri juga sudah tidak sepenuhnya relevan lagi, mengingat musim hujan yang berbeda-beda di setiap negara, terlebih lagi perubahan iklim membuat musim hujan juga menjadi berubah. Tapi semangat belajar, berlatih, dan berbagi serta bertumbuh bersama tetap melandasi perayaan Kathina.
Begitu juga dengan jubah yang didanakan bukanlah lagi Jubah Kathina tapi jubah biksu pada umumnya dan kebutuhan lainnya seperti obat-obatan dan makanan, termasuk dana kebutuhan pemeliharaan wihara, tempat tinggal, yang menjadi salah satu dari empat kebutuhan dasar para biksu biksuni. Jadinya aktivitas Kathina itu tidak lagi murni Kathina Puja tapi Sangdana di masa Kathina puja.
Makna lain yang juga terkandung pada perayaan kathina adalah hubungan yang saling bergantungan (simbiosis mutualisme) antara umat perumah tanggga dengan sangha. Umat Buddha memiliki hubungan yang sangat erat terhadap anggota sangha, selain sebagai hubungan sebagai pertapa dan umat juga sebagai hubungan guru dengan murid, yang salah satunya adalah menyokong kebutuhan para biksu (Sigalovada sutta, DN. III,31).
Dalam agama Buddha, sangha adalah komunitas rohaniwan yang secara khusus memiliki semangat untuk belajar dan berpraktik dharma ajaran Buddha. Melalui hasil praktik yang dijalankan maka sangha memberikan pelayanan kepada umat Buddha agar dapat memahami ajaran dan meningkatkan kualitas batin dan memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Guru Buddha pernah bersabda, “Barang siapa dengan jalan mampu berbuat kebajikan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang pernah dilakukan, maka ia akan menerangi dunia ini, seperti rembulan yang terbebas dari awan” (Dhammapada, 173).
Demikian pula umat Buddha perumah tangga, mereka bekerja mencari nafkah, berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai cita-cita yang diharapkan. Kathina adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala kebajikan dan menunjukkan dukungan mereka kepada komunitas monastik. Melalui tindakan memberi, umat dapat mengembangkan kebajikan dana (kemurahan hati). Kathina juga memperkuat ikatan antara umat dan para biksu, menciptakan hubungan yang saling mendukung dalam perjalanan spiritual mereka.
Seperti sabda Buddha tentang manfaat berdana, yaitu; “Bagi mereka yang gemar berdana maka akan memperoleh buah dari hasil perbuatan baik yang dilakukan, berupa: wajah rupawan, suara merdu, kemolekkan, kejelitaan, dan kekuasaan, serta mempunyai banyak pengikut.” (Nidhikanda Sutta, SN. 1;8)
Selain itu, perayaan Kathina juga memiliki dampak sosial dan budaya yang signifikan. Di banyak negara Buddhis, Kathina menjadi perayaan besar yang melibatkan seluruh komunitas. Masyarakat berkumpul bersama untuk merayakan, mempererat hubungan sosial, dan menjaga tradisi budaya mereka. Kathina juga menjadi kesempatan untuk memperkenalkan generasi muda kepada ajaran dan nilai-nilai Buddhis, memastikan kelangsungan tradisi ini di masa depan.
Sumber :
Kaṭhina - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Komentar (0)