Daya Upaya Benar
U.P. Bodhinanda Amin Untario
Jum'at, 30 Agustus 2024
MBI
Buddha Sakyamuni pernah bersabda bahwa Dharma yang diajarkan bagaikan segenggam daun yang ada di tangan Beliau, padahal Dharma (ajaran kebenaran) itu sedemikian luas bagaikan daun-daun yang ada di hutan belantara.
Ini mengandung makna bahwa Dharma itu demikian luas sehingga bisa saja ada kebenaran-kebenaran yang tidak terdapat di kitab suci Tri Pitaka. Jadi kita hendaknya berhati-hati dan menganalisa terus menerus bila menjumpai kebenaran yang belum tentu terdapat di kitab suci Agama Buddha. Tetapi sebaliknya kita juga jangan main menentukan sendiri bahwa “kebenaran” itu adalah Dharma versi kita sendiri. Harus bersikap bijaksana dalam hal ini.
Kemudian, apa sebenarnya Dharma yang selalu diajarkan oleh Buddha? Tidak lain dan tidak bukan adalah Empat Kebenaran Arya dan Jalan Tengah Beruas Delapan. Ini senantiasa diulang-ulang terus oleh Buddha di berbagai kesempatan selama lebih kurang 45 tahun dan kita dapat membuktikannya melalui sutra-sutra yang kita baca.
Buddha menekankan kepada umat manusia, tidak perlu mempelajari hal-hal lain yang kurang penting karena hidup kita sangat singkat. Pergunakan waktu kita sebaik-baiknya mengenali inti dari permasalahan manusia. Ini jelas terdapat di dalam 4 Hukum Kebenaran Arya. Itulah sebabnya kenapa Buddha hanya mengajarkan “segenggam daun” Dharma saja, bukan “sehutan daun” Dharma karena yang segenggam itulah yang dibutuhkan oleh umat manusia untuk mencapai pantai seberang.
Baik, dalam tulisan ini penulis ingin menekankan salah satu dari Jalan Tengah Beruas Delapan itu, yakni : DAYA UPAYA BENAR. Daya Upaya Benar terdiri dari 4 bagian, dan untuk memudahkan mengingatnya, saya bagi menjadi 2 kelompok, yakni Kelompok Tidak Baik dan Kelompok Baik.
Kelompok Tidak Baik ada 2 bagian, yakni: Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikirannya untuk memotong keinginan Tidak Baik yang sudah muncul/pernah ada; Berdaya upaya /berjuang mengarahkan pikirannya untuk menekan keinginan Tidak Baik yang belum muncul.
Kelompok Baik ada 2 bagian, yakni: Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikiran untuk menimbulkan keinginan Baik yang belum muncul; Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikiran untuk terus menerus mempertahankan keinginan Baik yang sudah muncul.
Penjelasannya sebagai berikut:
Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikirannya untuk memotong keinginan tidak baik yang sudah muncul/pernah ada.
Tidak bisa dipungkiri, dalam hidup kita ini terdapat keingian-keingian tidak baik yang sudah muncul dalam diri kita, misalnya: keinginan menikmati makanan enak yang berasal dari pembunuhan. Kita banyak menjumpai restoran seafood yang menyediakan binatang laut yang masih hidup dan kita tanpa sadar memilih binatang tersebut untuk dibunuh dan dihidangkan di meja makan kita. Mari kita renungkan, demi kenikmatan lidah kita sekejap, nyawa makhluk hidup lain dikorbankan. Apakah itu baik?
Dalam mempelajari Buddha Dharma, kunci untuk memahami benar atau tidaknya perbuatan kita yakni dengan “TUKAR POSISI”. Bila kita tidak mau ditukar posisinya, maka perbuatan tersebut jangan dilakukan. Kalau kita tidak mau dibunuh dan dihidangkan di meja makan, hendaknya kita juga tidak melakukan hal tersebut ke binatang tersebut, terlebih lebih lagi hanya untuk memuaskan nafsu makan kita sekejap.
Ada tips yang baik untuk meredakan nafsu kita, yakni : Coba diperhatikan nafsu makan kita yang berlebihan sebelum kita makan makanan kesukaan kita, katakanlah Kepiting Lada Hitam. Pada saat suapan pertama masuk ke mulut kita, coba diperhatikan. Kemudian suapan kedua dan seterusnya, dan pada akhirnya apa perasaan kita setelah selesai makan alias sudah memuaskan nafsu ingin makan enak kita? Tidak ada yang spesial alias biasa biasa saja. Ini sama juga dengan kita memakan makanan yang “biasa” saja misalnya nasi goreng. Perasaan yang timbul setelah makan kedua jenis makanan tersebut adalah sama saja, walaupun makanan tersebut adalah “kesukaan” kita sedangkan satu lagi adalah makanan “biasa” saja. Dengan memahami hal ini, mudah mudahan kita bisa lebih mengurangi atau bahkan menghindari memakan makanan dari hasil pembunuhan.
Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikirannya untuk menekan keinginan tidak baik yang belum muncul
Sama dengan yang pertama tadi, tetapi yang kedua ini adalah keinginan tidak baik yang belum muncul. Dalam jiwa manusia terdapat sifat yang baik dan juga sifat yang tidak baik. Tinggal kita bagaimana mengarahkan sifat itu muncul.
Hanya kita yang bisa menyadarinya, bukan orang tua kita, saudara kita atau teman kita. Misalnya kita menyadari bahwa kita punya sifat pendendam dan suka emosi. Kita perlu berhati hati karena proses pembunuhan bisa berawal dari sifat kita tersebut. Bila kita menyadari adanya sifat tersebut dan belum muncul, kita harus berupaya dengan sangat keras untuk meredamnya.
Hal lain yang sangat perlu direnungkan oleh seorang lelaki adalah sifat pembosannya, terutama terhadap pasangan hidupnya. Hal ini yang banyak melatar belakangi terjadinya perselingkuhan yang menyebabkan terjadinya perceraian. Umumnya lelaki memikiki sifat tidak baik ini sehingga tinggal bagaimana kita melakukan usaha-usaha supaya sifat ini tidak muncul. Hal ini benar-benar harus disadari oleh setiap lelaki sehingga bisa tahu bagaimana mengatasinya. Jangan sampai setelah “nasi sudah menjadi bubur” baru menyesal sudah terlambat.
Kemudian contoh lain sifat atau keinginan tidak baik yang belum muncul misalnya keinginan hidup berfoya-foya. Apakah gaya hidup ini salah? Dalam ajaran Dharma, hidup berfoya-foya adalah hidup dengan memuaskan nafsu keinginan, yakni memuaskan panca indera kita dengan hal-hal yang menyenangkan. Kalau semakin dinikmati akan semakin tidak puas dan mencari terus. Ini bagaikan meminum air laut untuk melepas dahaga kita. Melalui penjelasan ini, tentu kita mengetahui bahwa hidup berfoya-foya itu tidak sejalan dengan ajaran Dharma sehingga keinginan ini harus diupayakan untuk tidak bisa muncul.
Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikiran untuk menimbulkan keinginan baik yang belum muncul.
Yang ketiga ini kebalikan dari yang pertama dan kedua. Contoh yang gampang dari upaya ini misalnya tindakan donor darah. Tindakan ini akan berdampak luar biasa kepada sesama manusia karena darah itu tidak bisa diproduksi oleh mesin/pabrik. Saya sering berseloroh kepada umat yang mendengarkan ceramah saya bahwa saya ingin membeli 1 kantung darah seberat 350 cc seharga Rp. 100 juta tapi dengan catatan darah ini diproduksi oleh mesin/pabrik. Ada ngak? Ternyata tidak ada! Semua darah mesti diproduksi hanya oleh manusia sendiri. Bila semua manusia egois dan tidak mau berdonor darahnya, apa jadinya dengan mereka yang sangat membutuhkan darah, misalnya yang lagi mengalami kecelakaan ataupun yang mengalami penyakit yang butuh tambahan darah?
Oleh karena itu, bila keinginan untuk berdonor darah ini belum muncul di diri kita sekarang, kita harus memunculkan keinginan yang sangat baik ini sehingga setelah muncul keinginan ini, bisa direalisasikan menjadi kenyataan.
Kemudian, contoh lain keinginan baik yang belum muncul. Misalnya menjadi Duta Dharma atau seringkali dinamakan Dharmaduta. Mana yang benar? Itu tidak penting, yang penting adalah prakteknya. Duta Dharma bukan berarti hanya menjadi seorang penceramah saja, tetapi bisa bermakna lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Memberi nasihat ataupun berbagi masalah kehidupan dengan orang yang membutuhkannya, ini juga bagian dari Duta Dharma.
Ingat sabda Buddha bahwa dana yang tertinggi adalah Dana Dharma. Jadi bila kita belum menjadi seorang Duta Dharma pada saat sekarang, hendaknya keinginan ini segera ditimbulkan.
Berdaya upaya/berjuang mengarahkan pikiran untuk terus menerus mempertahankan keinginan baik yang sudah muncul.
Yang terakhir dari Daya Upaya Benar adalah mempertahankan keinginan-keinginan baik kita yang sudah muncul.
Sekali lagi, hanya kita sendiri yang tahu mana sifat di dalam diri kita yang sudah muncul.
Misalnya : kita ini adalah orang yang suka berdana materi kepada orang-orang yang membutuhkannya. Pertahankan itu karena tidak mudah untuk mempertahankan apa yang sudah kita capai. Ada pepatah yang sudah kita sering dengar, yakni merebut juara jauh lebih mudah daripada mempertahankannya. Jadi pertahankanlah keinginan/sifat baik kita sudah muncul saat sekarang.
Demikian pembahasan daripada salah satu dari Jalan Tengah Beruas Delapan, yakni Daya Upaya Benar. Mudah-mudahan dapat bermanfaat.
Komentar (1)
Sudy Halim
Jumat, 30 Agustus 2024 20:30
Namo Buddhaya! Terima kasih atas ceramah dharmanya,Romo.