Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Melindungi Anak, tugas siapa?

U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra

Jum'at, 26 Juli 2024

MBI

23 Juli 2024 kemarin kita memperingati Hari Anak Nasional, dengan tema : Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Sebuah tema yang menarik untuk menjadi pemikiran kita bersama, tentang perlindungan anak yang masih dirasakan kurang hingga saat ini. Kasus perundungan (bullying), kekerasan seksual anak, kerja di bawah umur dan kasus-kasus lainnya masih mewarnai berita di media massa kita.


Sebagai gambaran penulis hendak mengutip pernyataan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat yang menyampaikan bahwa menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari 2019 hingga 2023 total kasus kekerasan pada anak terus meningkat. Sepanjang 2023, tercatat 10.932 kasus kekerasan yang dialami anak Indonesia. Dari total kasus tersebut kekerasan seksual mendominasi. Berdasarkan catatan tersebut, Rerie, sapaan akrab Lestari mendorong semua pihak mengedepankan isu perlindungan anak di setiap daerah demi menekan angka kasus yang terjadi di Tanah Air. (detik.com)

Penulis kemarin dikirimkan sebuah video, cuplikan sambutan Uskup Diosis Amboina, tokoh agama Katolik di Maluku, pada saat peringatan Hari Anak Nasional di sana. Dalam sambutannya Romo ini membuka dengan menyampaikan permohonan maaf untuk dua hal; pertama karena acara itu hujan turun, dan anak-anak terpaksa harus basah, berdiri di lapangan sementara pejabat dan tokoh agama duduk nyaman di bawah tenda. Permintaan maaf yang kedua terkait dengan tema yang sedang kita bahas, yakni Anak terlindungi, sementara justru dalam perayaan itu anak-anak malah sangat tidak terlindungi, karena kondisi mereka yang harus berbaris di lapangan yang hujan.

Melihat video singkat dan pesan mendalam dari sambutan Romo itu, membuat hati kecil penulis turut sedih atau tepatnya prihatin. Ini jugalah yang membuat penulis termotivasi untuk menulis artikel ini. Ironis kadang, kita merayakan hari anak tanpa memperhatikan kondisi mereka. Kita ingin melindungi mereka, tapi tindakan kita terkadang malah menyakiti mereka.

Tugas siapa sebenarnya untuk melindungi anak-anak kita dari berbagai bentuk kekerasan, yang mirisnya menurut data sebagian besar dilakukan oleh mereka yang justru dekat dengan anak - anak itu. Banyak pihak yang harus bertanggungjawab menjaga anak - anak kita,  Pemerintah dengan regulasinya, Polisi dengan tugas keamanannya, Guru di sekolah, dan tentunya orangtua masing-masing.

Menurut Buddha, tugas orangtua yang pertama adalah “menjauhkan Anak dari hal-hal yang tidak baik.” Ini tertulis di dalam Sigalovada Sutta. Memang ini mungkin terjemahan yang tidak umum, kebanyakan  menterjemahkan sebagai “Mengajarkan anak untuk tidak berbuat Jahat”,  tapi beberapa sumber lainnya seperti Bhante Bodhi (Buddha.net) atau Buddhist Publication Society menterjemahkan berbeda, yakni : “they restrain them from evil” yang penulis terjemahkan sebagai “mereka melindungi anaknya dari hal yang tidak baik / bahaya”.

Dan penulis lebih sepakat dengan terjemahan ini, karena kewajiban yang kedua adalah mengajarkan mereka hal-hal yang baik. Dan menurut penulis mengajarkan hal-hal yang baik itu sudah satu paket dengan mengajarkan hal-hal yang tidak baik. Karena harus ada perbandingan antara baik dan tidak baik. Sehingga kewajiban satu dan dua (dari lima kewajiban orangtua) tidak terkesan menjadi mengulang sesuatu yang sama.

Apa saja yang dimaksud dengan perlindungan anak? Menurut pasal 1 ayat (2) Undang - undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus diwaspadai (pasal 59), yakni : 1. Bahaya kekerasan pada anak; 2. Bahaya Rokok, Narkoba dan Miras; 3. Bahaya Pornografi dan pergaulan bebas; 4. Bahaya ajaran Ekstrim; dan 5. Bahaya perdagangan anak.

Memang tidak mudah, oleh karenanya dibutuhan perhatian ekstra dari kedua orangtua, tidak bisa hanya tugas salah satu saja. Tidak boleh semua urusan anak diserahkan ke ibu saja atau sebaliknya, kedua orangtua harus bersama-sama mengasuh, mengasih dan mengasah anak - anaknya.

Bapak, Ibu, teman-teman semua, kita mungkin sudah mengenal istilah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), juga belakangan ada Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA) yang dicanangkan pemerintah, yang menurut penulis sangat baik dan merupakan terobosan yang luarbiasa. Tapi rasanya tidak cukup kalau tidak dimulai dari Rumah Ramah Anak (RRA), dari keluarganya masing - masing.

Rumah ramah anak adalah sebuah model rumah yang bisa membuat anak - anak tumbuh dan berkembang dengan optimal. Rumah yang sering disebut kids friendly home ini bukan hanya tentang desain interior yang menarik untuk anak-anak, tapi juga harus bisa menciptakan atmosfer yang mendukung perkembangan fisik, emosional, dan sosial mereka.

Rumah menjadi tempat pertama dimana anak belajar tentang dunia, hubungan, dan lainnya. Ini merupakan panggung pertama mereka membangun pondasi masa depan. Sementara itu, anak yang tumbuh di rumah ini mungkin lebih merasa dicintai, dihargai, dan didukung. Hal tersebut membantu mereka tumbuh menjadi individu yang bahagia dan sehat secara emosional.

Adapun beberapa ciri dari RRA ini adalah: 1. Memprioritaskan pada keamanan; 2. Menyiapkan area bermain; 3. Memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik; 4. Menghadirkan zona belajar yang baik; dan 5. Kebersihan rumah yang rapi dan terjaga. Dan jangan salah, RRA ini tidak perlu mewah, dalam rumah yang sederhana sekalipun bisa dilakukan. Jadi bukan melulu soal fisiknya, tapi kehangatan yang tercipta di rumah itu yang jauh lebih penting. A Home not only a House.

Penulis ingin mengajak orangtua yang membaca artikel ini untuk mulai menyadari bahwa tanggung jawab pertumbuhan anak - anak kita berada di tangan orangtuanya, dengan dimulai dari menciptakan lingkungan yang baik bagi mereka, yang menjauhkan mereka dari hal - hal yang tidak baik atau membahayakan mereka.

Semoga kita mampu menghadirkan keamanan dan kebahagiaan bagi anak-anak kita, agar mereka tumbuh menjadi anak - anak Buddhis yang bahagia dan berkembang menjadi manusia - manusia unggul, yang bermanfaat bagi keluarganya, lingkungan, Bangsa dan Negara.

Sadhu.. sadhu.. sadhu..

Sumber Pustaka :

https://accesstoinsight.org/tipitaka/dn/dn.31.0.nara.html

https://news.detik.com/berita/d-7451637/jelang-hari-anak-nasional-waka-mpr-soroti-tingginya-angka-kekerasan-anak.

https://insanq.co.id/artikel/tips-orang-tua-hebat-melindungi-anak-dari-ancaman-bahaya

https://www.pinhome.id/blog/rumah-ramah-anak/

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS