Menolak karma
Umat Buddha diajarkan percaya adanya hukum karma, hukum perbuatan, dimana setiap adanya perbuatan pasti ada hasil, ada sebab pasti ada akibat. Di dalam paritta Brahma Vihara Parana ada syair yang berbunyi : Sabbe sattā, karmassakā, karma-dāyādā, karma-yonī, karma-bandhū, karma-paṭisaraṇā. Yaṁ karmaṁ karissanti kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti.
Yang artinya : Semua makhluk; Memiliki karmanya sendiri; Mewarisi karmanya sendiri, Lahir dari karmanya sendiri; Berhubungan dengan karmanya sendiri; Apapun karma yang diperbuatnnya, baik atau buruk itulah yang akan diwarisinya.
Tapi pada prakteknya, kenyataannya banyak manusia yang "berusaha menolak" karma, terutama bila karma buruk yang berbuah. Bila kenyataan terjadi tidak seperti yang diinginkan, maka umumnya kita lupa akan HUKUM KARMA, bahwa apa yang telah ditanam itu yang akan dipetik, bahwa karena PERBUATAN yang telah dilakukan HASIL nya diterima sekarang, atau di masa yang akan datang.
Saat masa lalu (kehidupan-kehidupan yang lalu atau saat yang berlalu di kehidupan ini), sudah begitu banyak perbuatan buruk yang berakar pada kebodohan, keserakahan, kebencian yang telah dilakukan, walau kita telah melupakannya, PASTI suatu saat akan berbuah. BERHATI HATI LAH terhadap ucapan perbuatan dan pikiran kita, jika berpikir berucap berbuat yang baik dan benar maka akan menerima karma baik, sebaliknya bila berpikir berucap berbuat yang buruk akan memperoleh karma buruk bila saatnya berbuah.
Jika menerima Ajaran tentang Karma, maka jika berbuah maka harus menerimanya, bukan menolaknya, walaupun tentunya tidak ada yang suka bila karma buruk yang berbuah, tapi harus diterima karena itu perbuatan sendiri, bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukan. Karma-karma yang berbuah tidak dapat dicegah (bukan kuasa kita), tetapi SIKAP MENTAL dan tanggapan terhadap munculnya karma ini adalah yang terpenting. Batin yang mudah menyesuaikan diri dan menerima perubahan akan mudah dikondisikan seimbang, mudah tenang.
Misalnya ada yang selalu dicurigai melakukan "korupsi" walau tidak ia lakukan dan kejadian ini telah berulang kali. Jika kebencian yang menjadi sikapnya maka masalah ini tidak akan selesai, tetapi jika diterima dengan pemikiran; dulu mungkin saya melakukan fitnah kepada pihak lain sehingga akibatnya sekarang dicurigai, walau tidak berbuat. Ya sudahlah yang penting saya "bersih", mungkin efek dari karma bisa dikecilkan atau diputuskan, bukan sebaliknya menciptakan karma buruk baru dengan membenci.
Misalnya lagi ada yang sering "ditipu" atau kehilangan uang dalam jumlah besar, jika ia menerimanya; ini adalah bagian dari karma mencuri saya yang berbuah, tekadkan Pancasila Buddhis, mulai saat ini dan seterusnya saya junjung tinggi Sila, tidak akan mengambil barang yang tidak diberikan dan akan berusaha memperkecil resiko yang dihadapi, dan sering berbuat kebajikan, seperti contoh air dan garam, jika air (kebajikan yang dilakukan) banyak (satu bak mandi), maka garam (karma buruk yang berbuah) hanya segenggam, TIDAK akan terasa rasa asinnya (garamnya).
Janganlah menciptakan karma-karma buruk baru dengan selalu berprasangka buruk dan selalu curiga, pikiran negatif akan menarik energi negatif dan menciptakan yang negatif juga, ayo bersama-sama terapkan ajaran Buddha; semoga semua makhluk berbahagia termasuk yang tidak disukai atau yang bermusuhan. Doakan semua makhluk senantiasa terbebas dari permusuhan dan mara bahaya, semua makhluk terbebas dari kebencian dan sebab-sebab membenci.
Karma "tidak baik" dari umat manusia sedang berbuah, situasi dunia sedang tidak baik-baik saja, beberapa belahan dunia sedang berkecamuk perang, kelaparan, kekeringan, suhu meningkat tajam terjadi di berbagai belahan dunia. Ingat kalyanamitra; semua makhluk memiliki karmanya sendiri, mewarisi karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri, berhubungan dengan karmanya sendiri.
Negeri Nusantara ini termasuk yang bertuah, sampai saat ini aman, nyaman, mudah mendapatkan sandang pangan, ayo senantiasa bersyukur berterima kasih, perbanyak kebajikan-kebajikan, latih meditasi secara konsisten berkesinambungan, tekad menjalankan Sila, juga Athasila sebulan 4 hari, khawatir takut galau cemas tidak ada manfaatnya.
Jika itu bahagian dari karma kita maka takut pun tak ada manfaatnya, hadapi saja, banyak baca Paritta/sutra/mantra, sering meditasi ketenangan, berlindunglah dengan kekuatan tak terbatas dari Buddha dan Bodhisatva dengan senantiasa melafalkan nama Yang Maha Suci, sering pelimpahan jasa yang luas. Di saat Pelimpahan jasa ettavatta; doakan negeri ini mendapatkan pemimpin yang lurus bijaksana, mencintai rakyatnya mencintai kedamaian, negeri ini aman nyaman damai makmur sejahtera, inilah yang terbaik, senantiasa berbuat kebajikan dan melimpah jasa untuk perdamaian dunia & negeri ini.
Takutpun harus dilalui, lebih baik terima saja keadaan, hadapi dengan keteguhan, semangat, kesadaran & kewaspadaan yang tinggi. Jika percaya karma, maka akan menerima buah dari karma baik atau karma buruk dengan sikap mental yang tenang seimbang.
Jika kita percaya akan karma, maka akan berusaha sekuat tenaga untuk banyak berbuat kebajikan, hindari kejahatan dan sucikan hati dan pikiran serta selalu "sadar" menjaga ucapan, perbuatan dan pikiran yang benar. Perbuatan-perbuatan bajik ini adalah pelindung diri yang sangat bisa di andalkan, kita akan dilindungi oleh perbuatan bajik yang telah dan akan dilakukan.
Semoga bermanfaat dan berbahagia Sadhu...3x