Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Mencari Dharma di Lapas, Selagi Masih Bernafas

Cari

Tampilkan Artikel

Mencari Dharma di Lapas, Selagi Masih Bernafas

U.P. Mita Kalyani Irma Gunawan

Jum'at, 28 Juni 2024

MBI

Sebagaimana halnya dengan sebuah lautan yang hanya mempunyai satu rasa, yaitu rasa asin, demikian pula Dharma juga hanya mempunyai satu rasa, yakni pembebasan (Udana 56)


Awal mula penulis bisa melakukan pelayanan di Lapas kareana diajak oleh kalyanamitra yang sering kami sebut "ratu Lapas" yaitu ibu M. Awalnya sempat terbesit keraguan bagaimana cara menyampaikan Dharma dengan kata - kata yang mudah dimengerti dan tanpa bermaksud menyinggung warga binaan disana? Apakah warga binaan disana mau menghadiri kebaktian dan mampu mendengarkan dengan baik yang akan kita sampaikan? Lalu ada candaan juga dari anak penulis sendiri "bila sudah disana, mau diajarkan apa lagi? karena kan sudah dihukum..."

Pertama kali memasuki area Lapas dan memperhatikan sekitarnya memang ada perasaan was - was, apakah bisa terjadi seperti di film - film, tiba - tiba terjadi kekerasan dan kekacauan, bagaimana bila tiba - tiba terjadi sesuatu, semua pikiran yang tidak jelas muncul. Namun setelah beberapa kali melakukan pelayanan ke berbagai Lapas dan rutan di Jakarta, sejauh ini aman terkendali, para warga binaannya cukup "bersikap normal" bahkan ada yang ternyata juga adalah lulusan universitas atau aktivis Buddhis. Itulah realitanya.

Sama halnya dengan kehidupan di luar Lapas, apakah kita yang di sini tidak terlepas dari kesalahan dan pelanggaran? Pastinya ada. Setiap manusia seringkali melakukan kesalahan, entah skala ringan, sedang atau berat, mungkin sudah dimaafkan, diselesaikan dan diperbaiki, mungkin juga belum tersingkap dan tertangkap pihak mana pun. Siapa yang tahu? Tentunya diri sendiri!

Kembali ke sesi sharing materi Buddha Dharma yang disampaikan dalam Lapas, tentu saja sama halnya seperti para pandita berbicara di wihara atau cetiya. Hanya mungkin, para pembicara ini harus lebih peka dalam penyampaiannya atas posisi dan kondisi para warga binaan disana. Seperti kata pembuka di dalam seminar atau workshop, para narsum seringkali mengucapkan, “kosongkan gelas anda selama belajar materi ini!” Maka,  para narasumber di Lapas ini juga harus "mengosongkan dugaan bersalah" di kepala mereka bahwa yang mendengarkannya biarlah menjadi pendengar yang apa adanya.

Mungkin banyak yang sinis dan skeptis atas pelayanan Dharma di Lapas atau Rutan, karena bisa jadi pelanggaran - pelanggaran yang dilakukan para warga binaan ini telah menjadi bagian dari kehidupan kita juga, mungkin juga diantara kita pernah menjadi korban kasus serupa. Atau bahkan menganggap aib para warga binaan ini, biarlah menjadi urusan mereka saja.

1. Menemukan dan belajar agama Buddha di Lapas

Dua tahun lalu, penulis dan tim mengadakan kursus dasar agama Buddha sesuai modul (KDAB – MBI & Pusdiklat ABI – red.) yang disambung dengan acara visudhi oleh YM Bhante saat perayaan Waisak di salah satu Lapas. Saat itu para warga binaan sangat antusias, gembira dan dengan semangatnya mengenakan kemeja putih saat di Visudhi (ada yang tidak punya kemeja tersebut tapi bergantian dipinjam pakai rekannya) dan mereka juga bangga plus terharu saat menerima KTUB. (Kartu Tanda Umat Buddha – red)

Ada satu warga binaan yang sudah berusia lanjut mendekati penulis saat usai dilakukan visudhi. Bapak ini mengatakan, "Benar ya yang dikatakan Bhante tadi, bila bukan karena ada disini, mungkin saya tidak akan pernah mengenal ajaran Buddha ..." Diperlukan pemahaman mendalam untuk menyimak kalimat ini.

2. Kebaktian rutin

Setiap hari para warga binaan ini biasanya juga melakukan kebaktian rutin di Cetiya yang ada di dalam Lapas (dengan atau tanpa kehadiran penceramah). Tidak semuanya hadir, kadang banyak yang hadir, kadang sedikit yang hadir. Katanya sih, kalo ada penceramah yang datang, biasanya warga binaan lebih banyak yang datang kebaktian, apalagi kalo dibawain makanan.

Sebenarnya hampir sama juga sih dengan kondisi kebaktian umat-umat Buddha di luar Lapas. Perbedaannya, satu diadakan di Lapas, yang satu di luar Lapas. Mungkin hal ini terkesan agak sarkastik. Kesannya umat Buddha ke wihara karena ada makanan enak? Tentu tidak semua seperti itu, tapi harus diakui, ada yang seperti itu, ya tidak apa-apa. Tapi bukankah berbagi makanan sekaligus dapat menghadirkan umat ke wihara merupakan dua kebajikan yang sekali tepuk bisa dilakukan demi kebahagiaan bersama?

Ada cerita ketika Buddha melakukan perjalanan ke Alavi, ada orang miskin yang datang untuk mendengarkan kotbah dalam keadaan sangat kelaparan dan Buddha meminta untuk memberi makan kepada orang miskin tersebut, yang dengan mata batin Buddha, orang ini mempunyai kemampuan mencapai tingkat Kesucian.

“Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat.   Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nirwana merupakan kebahagiaan tertinggi" (Dhammapada 203)

Saat sharing di Lapas, penulis selalu memberikan penekanan poin kedua ini tentang kebaktian rutin di Lapas, bahwa warga binaan mempunyai banyak waktu untuk "me time" belajar Dharma, meditasi, baca buku, berdiskusi atau menyanyi lagu Buddhis. Bila di luar Lapas, kita akan sibuk dengan status penjuang rupiah, persaingan bisnis, kewajiban - kewajiban sebagai perumah tangga, pelayanan dan kesibukan duniawi lainnya. Pertanyaan konyol yang penulis ajukan ke para warga binaan, "Jadi lebih baik di Lapas atau di luar Lapas?" Ini menjadi pertanyaan untuk kita semua juga.

Perlu diketahui bahwa ibadah dan pelayanan "tetangga sebelah" di Lapas, lebih aktif dan agresif daripada komunitas Buddhis sendiri. Ada anggapan juga, buat apa bersaing dengan ibadah mereka di Lapas. Umat wihara di luar Lapas saja tidak terkoordinir dengan baik, mengapa harus fokus ke pelayanan di Lapas? Ya sudahlah tidak apa - apa, mari kita lakukan yang bisa dilakukan.

Selagi napas masih ada, teruslah belajar Buddha Dharma, berpraktik, berbagi, melayani, menjadi pribadi yang lebih baik, dimanapun kita berada dengan kondisi apa adanya.

Sukhi Hotu...

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS