Melihat Kebaikan dari Jendela yang Bersih
UAP. Satyamita Kurniady Halim
Jum'at, 24 Mei 2024
MBI
Siapa di antara kita yang tak pernah mengeluh? Dari masalah sepele hingga yang kompleks, keluhan selalu menyelip dalam setiap sudut kehidupan kita. Mungkin kita merasa pasangan kurang memahami, anak-anak terasa menyebalkan, atau orang tua yang terus-terusan mengeluh. Mungkin juga kita merasa tertekan dengan gaji yang tak kunjung naik, atau dengan keterbatasan-keterbatasan lain dalam hidup. Semua ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang penuh dengan ketidakpuasan. Namun, siapa sebenarnya yang harus disalahkan atas semua ini? Apakah salah pasangan kita? Anak-anak kita? Atau bos kita? Apa yang sebenarnya salah dalam hidup kita ini?
Melihat Melalui Jendela Paradigma
Paradigma, dalam pandangan Steven Covey di bukunya "Seven Habits of Highly Effective People", adalah lensa melalui mana kita melihat dunia. Ini mencakup pandangan, keyakinan, dan panduan kita dalam menghadapi situasi. Namun, apa yang terjadi ketika paradigma yang kita miliki tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya? Inilah ketika paradigma menjadi pembatas dalam hidup kita.
Metode yang digambarkan dapat dipahami sebagai proses siklus. Pertama, kita melihat sebuah situasi atau masalah melalui paradigma kita. Kemudian, kita bertindak berdasarkan pandangan itu. Akhirnya, kita mengalami konsekuensi dari tindakan kita, yang kemudian memengaruhi pandangan kita pada masa mendatang. Ini adalah lingkaran yang terus berulang.
Jadi, bayangkan jika paradigma yang kita tanam adalah bahwa diri kita buruk. Hal ini akan memengaruhi cara kita memandang diri sendiri. Meskipun kita berusaha untuk menjadi lebih baik, kita akan terus merasa jelek. Yang pada gilirannya, akan mempengaruhi cara kita merawat diri. Kita mungkin menjadi malas dan kurang peduli terhadap kesejahteraan kita karena paradigma yang salah ini terus membatasi kita. Hal yang sama ketika kita memandang sesuatu atau seseorang itu buruk. Kita akan berusaha mencari berbagai referensi bahwa situasi tersebut ‘benar adanya’ untuk mencari pembenaran terhadap paradigma yang kita yakini. Dan inilah yang memengaruhi cara pandang kita terhadap seseorang atau sesuatu.
Pemahaman ini bisa diibaratkan seperti melihat dunia melalui kaca jendela yang kotor. Sekuat apa pun upaya kita untuk melihat kebaikan, kita tetap akan terhalang oleh kotoran yang menempel di kaca. Demikianlah cara kerja paradigma dalam kehidupan kita.
Pikiran Membentuk Nasib
Samuel Smiles pernah menyatakan dengan bijak, "Sow a thought, and you reap an act; Sow an act, and you reap a habit; Sow a habit, and you reap a character; Sow a character, and you reap a destiny." Artinya, apa yang kita tanam dalam pikiran kita, akan menjadi benih bagi segala tindakan kita, kebiasaan kita, karakter kita, dan akhirnya, nasib kita.
Ini tak jauh berbeda dengan syair Dhammapada, bahwa pikiranlah yang menjadi pemimpin segalanya. Pikiran yang jahat akan membawa penderitaan, namun pikiran yang murni akan membawa kebahagiaan.
Ketika kita tengah terjebak dalam gelombang keluhan dan kekecewaan, kadang-kadang kita lupa untuk melihat dunia dengan mata yang bersih dan tulus. Kita terlalu sering melihat dengan jendela yang kotor, dan akibatnya, segala sesuatu terlihat buram dan negatif. Namun, bagaimana jika kita memindahkan paradigma kita dan melihat melalui jendela yang bersih?
Saat kita memandang orang lain atau situasi dengan pandangan yang negatif, itu hanya mencerminkan keadaan pikiran kita sendiri yang kotor. Jika kita terus-menerus merasa tidak puas dan mengeluh, semua yang kita lihat akan terlihat buruk. Namun, ketika kita memperbaiki paradigma kita dan melihat dengan mata yang bersih, kita akan melihat kebaikan di sekitar kita.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rumi, seorang sufi terkenal, "the beauty you see in me is a reflection of you." Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa ketika kita mengagumi kebaikan dalam orang lain, sebenarnya kita mengenali kebaikan yang ada dalam diri kita sendiri. Kita tidak akan bisa melihat kebaikan di luar jika itu tidak ada dalam diri kita. Setiap kali kita mengagumi seseorang yang tampaknya melakukan sesuatu atau memiliki kualitas yang kita sukai, faktanya adalah bahwa kita tidak dapat melihat apa pun itu pada orang lain, jika hal itu belum ada di dalam diri kita.
Jadi, berhenti sejenak dari keluhan dan kekecewaan. Saatnya bagi kita melihat dengan jendela yang bersih, kita akan menyadari bahwa setiap orang dan setiap hal memiliki keunikan dan keindahan yang tak tergantikan. Mereka semua hebat dalam cara mereka sendiri. Dan inilah mengapa kita perlu mindful, hadir disini, di saat ini, karena setiap aspek kehidupan ini adalah unik dan indah dengan caranya sendiri. Mari kita nikmati setiap momen dengan penuh syukur dan penerimaan.
Referensi:
Komentar (0)