Mendorong Anak untuk berbuat Kebajikan
U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra
Jum'at, 08 Maret 2024
MBI
Beberapa hari yang lalu, penulis membaca sebuah cerita yang sangat indah, yang sudah pernah penulis baca sebelumnya beberapa tahun yang lalu. Berhubung cerita ini sangat menginspirasi, maka penulis tertarik untuk membahasnya pada artikel ini.
Judul cerita itu adalah “Setetes air yang berubah menjadi sungai”, sebuah kisah tentang seorang gadis kecil bernama Jayda Smith-Atkins yang tinggal di Halifax, Kanada, di usianya yang masih sangat belia, pada hari ia merayakan ulang tahunnya yang kedelapan.
Kisah ini berawal dari ibunya, Tara Smith-Atkins yang membawa Jayda ke toko untuk membelikan hadiah ulang tahun sebuah mantel / baju hangat yang diinginkan. Keluar dari toko itu, Jayda yang sedang bahagia, melihat pria gelandangan duduk menggigil di pinggir jalan. Belas Kasih Jayda terusik, dia pun berjalan ke arah pria itu dan bertanya: “Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?”. “Tidak ada, Saya hanya sedikit dingin,” gelandangan tersebut menjawab. “Musim dingin di Halifax sangat berat, sering suhu bisa minus dua puluh derajat Celcius, setiap tahun pasti ada puluhan gelandangan yang tidak dapat melewatinya.”
Jayda menarik ibunya untuk kembali ke toko, apa yang ingin dilakukan gadis kecil ini? Dia bilang ke ibunya bahwa dia akan menggunakan uang tabungannya untuk membelikan mantel untuk gelandangan itu. Ibunya setuju, dan gelandangan yang akhirnya mendapatkan mantel baru terus mengucapkan terima kasih, “Jika tidak ada Anda, aku benar-benar tidak tahu apakah bisa bertahan menghadapi musim dingin ini!”
Kebahagiaan yang dahsyat yang dirasakan dari menolong gelandangan papa itu, membuat gadis kecil ini sekarang berubah menjadi matahari kecil. Jayda mengatakan kepada ibunya: “Saya ingin semua gelandangan di jalanan dapat melalui musim dingin ini.” Ibunya kaget, “Di Halifax ada sekitar seribu gelandangan, kita tidak mampu untuk membeli pakaian baru untuk semua orang” sahut Ibunya. “Tetapi kita bisa menyumbangan pakaian ekstra dan tidak dipakai untuk mereka!” balas Jayda.
Jayda dan ibunya kemudian mengumpulkan pakaian tua dari tetangganya, dan mencuci bersih semuanya sehingga menjadi sangat layak pakai. Masalahnya adalah, bagaimana menyerahkan pakaian tersebut ke tangan para tunawisma tetapi tidak membuat mereka kehilangan harga diri? Jadya lalu menggantungkan pakaian pada tiang listrik atau di bangku taman, dan dengan kartu besar menulis: Aku tidak tersesat, jika Anda memerlukan, bawalah aku.
Perlahan tapi pasti, kebaikan hati Jayda ini membentuk resonansi. Akhirnya teman-teman sekolahnya ikut bergabung membantu, bersama-sama mengumpulkan, menyusun, dan mengantungkan pakaian di tiang listrik atau menyampirkannya di bangku taman. Pakaian bekas pun mulai berdatangan dari semua arah, orang dewasa juga bergabung, mereka bertanggung jawab untuk mendorong dan mengantar anak-anak ke tempat yang lebih jauh untuk menggantung pakaian di tiang listrik atau bangku taman.
Di beberapa tempat di Kanada sangat dingin, begitu turun dari mobil seperti masuk ke dalam freezer. Terkadang anak-anak menangis karena kedinginan, tetapi mereka melihat mantel-mantel dipakai oleh para tunawisma itu, mereka sangat bahagia sampai meneteskan air mata.
Orang dewasa mengunggah perbuatan anak-anak tersebut di Facebook, tidak hanya menyebabkan resonansi luas, bahkan menulari banyak orang untuk bertindak, seperti tongkat estafet cinta yang terus beredar. Banyak orang mengikuti perbuatan Jayda menggantungkan pakaian di tiang listrik, beberapa di antaranya masih baru!
Begitulah sekelumit kisah yang sangat menginspirasi ini. Sesuai dengan judul ceritanya, “bagaikan setetes air yang berubah menjadi sungai.” Kepolosan dan kebaikan hati seorang gadis kecil yang bernama Jayda ini akhirnya menggerakkan kota itu untuk ikut peduli dan melayani para gelandangan yang membutuhkan. Dan walau kejadiannya sudah berlalu hampir sembilan tahun lamanya, 15 November 2015 silam, tapi kebajikan ini masih terus dikenang sampai hari ini.
Tapi bagi penulis sendiri, yang jauh lebih menarik dari cerita itu adalah cara orangtua Jayda, utamanya Tara Smith dalam mendidik anaknya. Penulis yakin banyak anak-anak di dunia ini yang memiliki belas kasih yang tulus, dan ingin berbuat untuk membantu sesama atau mahluk lain, tapi terkadang mereka tidak didukung oleh orangtuanya, bahkan mungkin dilarang. Banyak anak yang ingin berbuat sesuatu yang baik, tetapi karena kemampuan dan kekuatan mereka terbatas, maka mereka tidak bisa melakukannya. Mereka bisa jadi meminta dukungan orangtua, tetapi terkadang kita selaku orangtua yang abai dan merasa perbuatan mereka itu aneh, sia-sia belaka bahkan cenderung merepotkan kita.
Buddha mengajarkan bahwa Orangtua adalah Guru yang pertama bagi anak-anaknya. Orangtua punya tugas untuk mengajarkan anak mereka kebajikan, nilai-nilai moralitas dan cinta kasih, selain ketrampilan dan ilmu pengetahuan.
(Sigalovada Sutta)
Dan Orangtua hendaknya mengajarkan dan mendorong anak-anaknya sedari kecil untuk sering melakukan kebajikan, sehingga hal ini nantinya akan menjadi kebiasaan baik bagi anak tersebut, dan akan menjadi modal yang mendukung kebahagiaan mereka ke depannya.
Seperti yang Buddha pernah sabdakan : “Janganlah kita meremehkan kebajikan sekecil apapun. Bagaikan tempayan yang akan penuh diisi air yang menetes, begitu juga orang bijaksana mengisi hidup mereka sedikit demi sedikit dengan kebajikan.” (Dhammapada 122)
Hari ini, tanggal 8 Maret 2024, bertepatan dengan International Women’s Day, hari wanita sedunia, mari kita memberikan apresiasi kepada semua wanita hebat yang ada di dunia ini, yang telah memberikan contoh-contoh keteladanannya untuk kita semua, dalam bentuk yang beragam. Utamanya kepada para ibu dalam mendidik anak-anaknya untuk menjadi orang yang baik dan berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia.
Terimakasihku yang tak terhingga untuk semua wanita hebat yang pernah menjadi ibu-ibuku di masa lampau. Doaku, agar kalian semua, dimanapun berada, mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Semoga semuanya berjumpa dengan ajaran kebenaran yang akan membimbing menuju Nirwana. Sadhu, sadhu, sadhu.
Sumber : https://kebajikandalamkehidupan.blogspot.com/2017/03/setetes-air-yang-berubah-menjadi-sungai.html
Komentar (0)