Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Penderitaan Berulang

UAP. Satyamita Kurniady Halim

Jum'at, 26 Januari 2024

MBI

Menggendong Wanita

Pada suatu ketika, dalam perjalanan spiritual mereka, seorang biksu tua dan seorang biksu muda tiba di tepi sungai yang mengharuskan mereka menyeberang. Namun, hambatan muncul dalam bentuk jembatan yang rusak, dan di sana terdapat seorang wanita cantik yang terjebak di tengahnya.


Biksu tua, penuh dengan kebijaksanaan dan kasih sayang, menawarkan untuk membantu wanita itu dengan menggendongnya di punggungnya untuk menyeberangi sungai. Wanita itu menerima tawaran tersebut, dan mereka melanjutkan perjalanan bersama. Meskipun biksu muda merasa terkejut melihat tindakan biksu tua, dia memilih untuk tetap diam dan mengikuti.

Ketika mereka tiba di seberang sungai, biksu tua dengan lembut menurunkan wanita itu, dan mereka berpisah dengannya. Namun, biksu muda tidak dapat melepaskan kekesalannya. Beberapa jam kemudian, ia meledak dengan kemarahan, mengkritik biksu tua karena dianggap bertentangan dengan ajaran mereka.

Biksu tua hanya tersenyum dan bertanya, "Aku telah melepaskan wanita itu di tepi sungai. Mengapa kau masih menggendongnya?".

Kisah ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk terus membawa beban masa lalu yang menyakitkan. Seperti dalam "Perumpamaan Panah Beracun," Buddha mengajarkan bahwa terkadang kita perlu fokus pada mengatasi penderitaan pertama, tanpa terlalu terperangkap dalam pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan. Kita harus belajar melepaskan panah beracun tersebut daripada terus bertanya tentang asal-usulnya.

Panah Berulang

Dalam ajaran Buddha, "Perumpamaan Panah Beracun" menjadi kisah yang mendalam tentang penderitaan berulang yang sering kali kita alami dalam hidup. Kiasan ini terdapat dalam Salattha Sutta, di mana Buddha Sakyamuni merespons pertanyaan-pertanyaan filsafat dengan cerita yang memperlihatkan esensi penderitaan dan bagaimana kita dapat memahaminya.

Salah satu murid Buddha Sakyamuni memohon jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Namun, Buddha tidak memberikan jawaban langsung, melainkan membawa kita ke dalam kisah seorang yang terluka oleh panah beracun. Panah itu menyakitkan, tetapi apa yang lebih menyakitkan adalah panah kedua yang muncul dari pilihan seseorang.

Dalam perumpamaan ini, kita diajak untuk membayangkan seseorang yang terluka oleh panah beracun. Orang tersebut menolak untuk mencabut panahnya sebelum mengetahui berbagai rincian tentang si penyerang dan panah tersebut. Meskipun dalam keadaan kritis, pertanyaan-pertanyaan tentang siapa, apa, dan bagaimana menjadi fokus utama dari pada mendapatkan pertolongan yang segera.

Buddha mencatat bahwa ketika seseorang yang tidak terarah merasakan rasa sakit fisik, dia menjadi tertekan oleh penderitaan mental. Buddha membandingkan ini dengan seseorang yang ditembak dengan panah yang menyebabkan rasa sakit fisik dan kemudian ditembak dengan panah kedua yang menyebabkan penderitaan mental. Jadi, orang ini tertekan oleh dua penderitaan, fisik dan mental. Penderitaan mental berasal dari pikiran, tetapi karena dia tidak tahu hal itu, dia bereaksi dengan keluh kesah besar.

Penderitaan Berulang dapat dipahami melalui konsep "Panah Kedua" dalam ajaran Buddha. Jika panah pertama adalah sakit yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan, panah kedua datang dari pilihan kita untuk menolak kenyataan. Ini terjadi ketika kita terjebak dalam siklus pikiran negatif, penyesalan, dan penghakiman terhadap diri sendiri yang membuat penderitaan berulang dimana kita sering menolak kenyataan dan membiarkan pikiran negatif meracuni batin kita seperti panah beracun yang tak henti-hentinya melukai. Kita menciptakan panah kedua dengan membebani diri sendiri dengan penyesalan, penghakiman, dan perasaan bersalah. Ironisnya, luka batin seringkali lebih menyakitkan dan lebih lama daripada luka fisik yang dapat kita rasakan.

Mengatasi Penderitaan Berulang:

1. Menerima Kenyataan: Pahami bahwa penderitaan pertama tidak selalu dapat dihindari, tetapi panah kedua datang dari pilihan kita untuk menolak kenyataan. Menerima kenyataan adalah langkah awal untuk mematahkan siklus penderitaan.

2. Praktek Hidup Saat Ini (Mindfulness): Latihan kesadaran membantu kita untuk fokus pada saat ini tanpa terjebak dalam pikiran negatif masa lalu. Dengan mengembangkan kesadaran, kita dapat meresapi momen ini tanpa terpengaruh oleh panah kedua.

3. Menghentikan Diri dari Penghakiman: Hentikan siklus penilaian terhadap diri sendiri. Realisasi bahwa kesalahan adalah bagian dari manusiawi dan membebaskan diri dari jerat panah kedua.

4. Pemaafan, Termasuk Diri Sendiri: Memaafkan bukan berarti mengabaikan atau menyetujui tindakan, tetapi melepaskan beban emosional terkait. Ini termasuk pemaafan terhadap diri sendiri, yang seringkali sulit namun penting untuk mengakhiri penderitaan berulang.

5. Belajar dari Pengalaman: Jadikan setiap pengalaman sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang. Peroleh pembelajaran dari penderitaan pertama tanpa membebani diri dengan panah kedua.

6. Bantuan Profesional: Terkadang, mengatasi penderitaan berulang memerlukan bantuan profesional. Berbicara dengan seorang terapis atau konselor dapat memberikan perspektif yang objektif dan membantu melihat jalan keluar dari siklus penderitaan.

7. Praktek Kebaikan dan Kebahagiaan: Fokus pada tindakan positif dan penuh kasih dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran negatif. Memberikan kebaikan kepada diri sendiri dan orang lain adalah langkah menuju kedamaian batin.

Penderitaan berulang dapat diatasi dengan menyadari peran panah kedua dalam menciptakan luka batin. Melalui penerimaan kenyataan, praktik kesadaran, dan pemaafan, kita dapat memutus siklus penderitaan berulang dan menemukan kedamaian sejati di dalam diri. Pahami bahwa panah kedua tidak harus menjadi kenyataan, dan kita memiliki kemampuan untuk menghentikannya dengan memilih untuk hidup dalam keberanian dan penerimaan.

Referensi:

- The Second Arrow: Sallattha Sutta by Robert Hodge

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS