Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Menjadi Diri kita yang lebih baik (Sebuah renungan akhir tahun 2023)

Cari

Tampilkan Artikel

Menjadi Diri kita yang lebih baik (Sebuah renungan akhir tahun 2023)

U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra

Jum'at, 29 Desember 2023

Artikel ini ditulis saat penulis diminta untuk mengisi mimbar Agama Buddha, RRI Pro-1 Bandung, dengan tema Menyambut tahun baru 2024. Sebuah tema yang menggambarkan harapan-harapan yang ingin diraih di tahun baru. Harapan tentu saja baik dan boleh-boleh saja. Sebagaimana biasanya di setiap akhir tahun selalu ada refleksi dan resolusi. Ada sesuatu yang diinginkan dan diidamkan hadir di tahun baru.


Zen Master Thich Nhat Hanh pun pernah berkata, bahwa Harapan adalah sesuatu yang penting, karena ia mampu membuat saat sekarang ini menjadi lebih mudah untuk dihadapi dan dilalui manusia. Dengan memiliki Harapan akan hari esok yang lebih baik, maka kita akan bisa menghadapi kesulitan di hari ini. (baca artikel : September & Harapan, 15 September 2023).

Resolusi tahun baru adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh banyak orang, termasuk kita juga. Membuat sebuah resolusi untuk tahun 2024 yang lebih baik ketimbang 2023 tentu sesuatu yang positif dan baik-baik saja. Tetapi permasalahannya, landasan untuk mencapai harapan di tahun baru itulah yang perlu kita waspadai.

Umumnya kita dalam membuat resolusi tahun baru, target-target di masa depan sering dilandasi oleh dua hal, yakni: (1) Keserakahan / Keinginan yang berlebihan; (2) Membandingkan dengan pihak lain.

Kita cenderung membuat resolusi yang isinya bersifat materi; seperti mengharapkan tahun depan punya HP baru, Gadget baru, Laptop baru, motor baru, mobil baru, punya rumah baru, penghasilan naik berlipat, walau ada juga yang mengharapkan kesehatan yang lebih baik atau mungkin juga menempuh kehidupan baru alias menikah, dan lain sebagainya.

Yang lebih jelek lagi, kita sering menginginkan hal-hal tadi, karena kita membandingkan dengan pihak lain, bisa jadi itu teman sejawat, teman masa kecil, saudara, tetangga, dan bahkan yang kita anggap musuh/saingan kita. Apapun yang mereka miliki dan capai harus bisa kita miliki dan capai. Kita bekerja keras tanpa kenal waktu hanya untuk memuaskan ambisi kita agar bisa menjadi lebih baik dari orang lain.

Dan apakah kita akan mendapatkan kebahagiaan dari dua hal itu? Saya yakin kita semua sepakat menjawab Tidak. Sekilas tampaknya itu sangat menyenangkan, untuk bisa mengalahkan orang lain, merasa lebih berhasil dan sukses dibanding orang lain. Tetapi itu semu saja sifatnya. Karena bak pepatah mengatakan di atas langit masih ada langit. Tak akan ada habisnya kalau kita sibuk membandingkan hidup kita dengan orang lain. (baca artikel : Ojo Dibandingke, 26 Agustus 2022).

Orang bijak mengatakan, resolusi terbaik yang bisa kita lakukan adalah untuk menjadikan diri kita yang lebih baik. Kita yang lebih baik tahun depan dibanding kita di tahun ini. Kita yang lebih baik dari bulan lalu. Kita yang lebih baik dari kita minggu lalu. Kita yang lebih baik dari kita kemarin. Bahkan kita yang lebih baik dari kita sejam atau sesaat yang lampau. Apapun peran yang kita lakoni, baik sebagai Orang tua, Anak, Karyawan, Bos, Teman, Guru, Murid, dan sebagainya.

Lebih baik dalam hal apa? Tentu ini kembali ke diri kita masing-masing. Kita yang lebih paham dan tahu siapa diri kita, dan di mana kekurangan kita. Tetapi untuk bisa melakukannya itu, dibutuhkan refleksi dan kejujuran.

Buddha mengajarkan kita, dalam Vibhangga 216, untuk kerap melakukan perenungan (Vimamsa) atas apa yang sudah kita lakukan. Mana yang baik dan kurang baik, mana yang terampil dan kurang terampil. Yang mana yang berhasil, mana yang kurang berhasil. Mana yang membawa kebahagiaan dan mana yang menimbulkan kekecewaan dan penderitaan.

Kalau dalam bahasa manajemen ala Stephen Covey, disebut sebagai “mengasah gergaji”, dimana penebang kayu dengan semua kekuatan yang dimilikinya setiap hari sibuk menebang kayu tanpa ingat mengasah gergajinya, sehingga hasilnya makin lama bukan makin banyak atau membaik, malah menurun. Begitu juga kita, karena saking sibuknya kita berusaha mengejar harapan dan keinginan kita itu, terkadang kita lupa untuk merenungkan, apakah tindakan yang kita lakukan ini sudah sesuai dan seiring sejalan dengan harapan yang ingin kita capai.

Akhir tahun tentu merupakan sebuah momen penting untuk kita merefleksikan apa yang sudah kita lakukan sepanjang setahun ini.   Mana hal yang baik dan yang buruk, mana yang patut dipertahankan, ditambah, dikurangi atau bahkan harus dibuang.

Merujuk pada apa yang Buddha ajarkan kepada kita dalam Daya Upaya Benar, bahwa ada empat kondisi: (1) Perbuatan atau Kebiasaan lama yang tidak baik, harus kita buang; (2) Perbuatan atau Kebiasaan lama yang baik, harus kita pertahankan; (3) Perbuatan atau Kebiasaan baru yang tidak baik, harus segera kita kikis, jangan dibiarkan bertumbuh; dan (4) Perbuatan atau Kebiasaan baru yang baik, haruslah kita pupuk dan tumbuh kembangkan.

Ini yang harus menjadi landasan kita dalam melakukan resolusi hidup kita. Baik untuk resolusi 2024 maupun resolusi-resolusi lainnya. Bahwa kita harus mengembangkan diri kita menjadi kita yang lebih baik, dari waktu ke waktu, dari kehidupan ini ke kehidupan-kehidupan selanjutnya, maju terus di dalam dharma dan mencapai kebahagiaan hakiki yang kita idamkan bersama, NIrwana.

Layaknya para motivator sering mengatakan : Sampai berjumpa di puncak Kejayaan. Itu pun berlaku untuk kita. Kejayaan tertinggi kita sebagai manusia adalah Pembebasan itu sendiri.

Jadi, Sampai berjumpa di puncak Kejayaan teman-teman.

Share:

Komentar (1)

Amin Untario

Sabtu, 30 Desember 2023 06:12

mantappppp

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS