Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Warisan Materi, Berebut. Warisan Dharma?

Cari

Tampilkan Artikel

Warisan Materi, Berebut. Warisan Dharma?

U.P. Mita Kalyani Irma Gunawan

Jum'at, 15 Desember 2023

MBI

Ada lima kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya yaitu : (1) mencegah si anak berbuat kejahatan; (2) mendorong supaya si anak berbuat baik; (3) melatih si anak dalam suatu pekerjaan (ketrampilan); (4) melaksanakan perkawinan yang pantas bagi anaknya, dan (5) menyerahkan warisan pada waktunya (Sigalovada Sutta)


Sebagai orang tua yang baik memang selayaknya memberikan warisan untuk anaknya, dan tentunya warisan materi adalah peninggalan yang paling didambakan banyak pihak sebagai booster rejekinya. Tapi warisan materi ini, terkadang malah menjadi bumerang bagi orang tua. Di sosial media, kita menyimak beberapa berita gugatan anak kandung kepada ibunya yang masih hidup, sungguh raja tega, menggugat ibu kandung sampai ke pengadilan karena persoalan berebut warisan.

Bagaimana rasanya seorang ibu menjalani persidangan dan mendengarkan tuntutan uang penggantian dari anak kandungnya? Bahkan ada yang sampai ibunya meninggal karena sakit, mungkin karena stress ya. Kadang penulis berpikir, setan banyak disalahkan manusia karena dianggap jahat dan buruk. Katanya, ga sadar saat melakukan, mungkin ada setan lewat , atau ini gara-gara nafsu setan, dsb. Jadi setan kok malang benar nasibnya, sudah susah pindah alam, masih disalahkan terus, lah siapa yang berbuat, siapa yang disalahkan? Sudah jelas beda alam, padahal bila melihat drama tega bak malin kundang ini, sebenarnya lebih jahat mana, setan atau manusia?

Belum lama, ada kasus tentang perebutan satu wihara di Jakarta, yang mana wihara tersebut masih atas nama personal dan setelah pemilik meninggal, wihara tersebut menjadi milik yayasan. Namun legalitas belum berubah atas nama yayasan, usut punya usut ada kronologis surat hibah untuk yayasan. Kemudian si anak mendiang pemilik mengajukan klaim atas kepemilikan tersebut sebagai ahli warisnya. Kabarnya, si anak ini sudah mendapat ultimatum pengumuman pemutusan hubungan orang tua dan anak, jauh sebelum si pemilik meninggal. Kasus ini sangat miris karena sampai terjadi tindakan kekerasan mendadak saat kebaktian berlangsung di wihara tersebut. Hingga menimbulkan pertikaian dan luka fisik pada umat atau pengurus yang berada di lokasi.

Kasus serupa ini seringkali terjadi bila wihara atas nama pribadi dan menjadi polemik kepemilikan bila si ahli waris tidaklah satu agama. Kiranya ini jadi catatan penting para pemilik wihara guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kemudian hari.

Saat tulisan ini dibuat, penulis baru saja mengikuti persidangannya dan para saksi yang rata-rata sudah tua dan sesepuh tetap menunjukkan semangat mempertahankan kebenaran kepemilikan hibah tersebut. Salah satu pengurus sepuh ini menceritakan dengan bangga bahwa wihara ini memiliki banyak umat, telah seringkali melaksanakan program sosial yang bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya dan banyak muda mudi yang mendapatkan manfaat dari pengajaran budi pekerti di wihara ini. Semoga pada akhirnya, yang terbaik terjadi!

Sebenarnya membahas warisan itu apakah melulu berupa materi uang, properti, emas dan bentuk fisik lainnya? Ada kata-kata yang penulis tidak akan pernah lupa dari mendiang papa yaitu, "Papa hanya bisa menyekolahkan kamu sampai setinggi-tingginya, karena papa bukan orang kaya, cuma bekal ilmu yang bisa papa berikan.” Waktu itu penulis belum memahami maksud omongan yang berulang-ulang sering diucapkan kepada kami para anak-anaknya. Sempat ada satu kali rasa marah dalam hati, seandainya penulis berasal dari keluarga kaya, apa yang dimau bisa dipunya, akan dengan mudah didapat, papa kerja sudah capek kayak gitu, hidup gini-gini saja! (Mungkin karena pemikiran tersebut, penulis jadi kualat, saat ini kehidupan ekonomi sendiri belum seperti konglomerat, hahaha....)

Seiring berjalannya waktu, penulis bertemu dengan anak orang kaya yang akhirnya hanya menghabiskan warisan orang tuanya, teman yang juga mengalami roller coaster kehidupan, yang dari tajir melintir (kaya raya) sampai bangkrut, atau rekan pengusaha sukses tapi stress karena khawatir dengan harta kekayaannya! Kini, nasehat yang sama penulis berikan juga kepada anak-anak, bahwa bekal ilmu adalah yang tertinggi nilainya, terus menambah ketrampilan baru atau belajar hal-hal baru adalah penting untuk kemajuan diri sendiri dalam menghadapi perubahan jaman dan aniccanya kehidupan. Bila terjatuh dan tidak punya apa-apa masih bisa berusaha dan berjuang dengan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki. Bila berada di posisi teratas tetap berusaha untuk menjaga dan meningkatkan terus menjadi yang terbaik. Dengan kepiawaian diri sendiri inilah, semoga kiranya apapun yang datang dalam kehidupan, setiap individu masing-masing masih tetap mumpuni menghadapinya.

Ini adalah warisan yang lebih penting dari warisan materi. Makanya di Sigalovada Sutta, poin satu sampai tiga, Buddha mengingatkan kepada orang tua untuk bisa memberikan “warisan dharma”, untuk mengajarkan anak-anak akan hal-hal yang baik untuk menjadi bekal mereka mengarungi kehidupan.

Dalam Manggala Sutta, Buddha juga berpesan bahwa memiliki pengetahuan luas, berketrampilan, terlatih baik dalam tata susila, dan bertutur kata dengan baik, Itulah Berkah Utama.

Sebagai murid atau umat Buddha pun, sungguh beruntung kita diwariskan Dharma, melampaui warisan materi yang paling mewah.  Guru Buddha dengan cinta kasih dan welas asih tanpa batas, telah mewariskan Dharma secara adil dan merata bagi siapapun yang mau menerima dan mempraktekannya. Warisan Dharma ini yang akan membawa kita semua mencapai kebahagiaan, bahkan juga mencapai pembebasan akhir, Nirwana.

Mendapat warisan Dharma memang bukanlah hal yang mudah, kita dituntut untuk sadar setiap saat, terus menerus berbuat kebajikan melalui pikiran , ucapan dan perbuatan. Kadang mungkin kita merasa lelah, bosan, tak berdaya, terlalu sibuk, terlalu santai, seperti tiada hasil, tapi memahami Dharma adalah dengan praktek nyata dan belajar dari setiap akibat atau hasilnya. Waktu terus berjalan, penundaan sesaat apapun alasannya, akan membuat kita tertinggal semakin jauh dan lemah. Alih-alih kita menyalahkan Dharma karena tidak mendatangkan mukjizat atau keajaiban hidup karena manusia mau serba instan, mari datang, lihat dan buktikan. Terus belajar, berjuang dan berproses!

Mengapa warisan Dharma ini tidak direbutkan? Mau ditunda sampai kapan dipraktekannya? Yukkk gasss.....

Dharma telah sempurna dibabarkan oleh Bhagawa, berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan;  Menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing (Dhammanusati)

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS