Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Pahlawan dan Perang

U.P. Sutta Vijaya Henry Gunawan Chandra

Jum'at, 17 November 2023

MBI

10 November, ketika artikel ini ditulis, bangsa Indonesia merayakan hari Pahlawan. Sebuah sejarah perjuangan bangsa ini dalam mempertahankan kemerdekaannya, yang sudah diploklamirkan pada 17 Agustus 1945. Tercatat dalam sejarah bagaimana Bung Tomo dan para pejuang di Surabaya melakukan perlawanan terhadap agresi tentara sekutu, yang kembali ingin menjajah Indonesia, setelah mereka berhasil mengalahkan Jepang. Pertempuran sengit selama 3 minggu itu terjadi di kota Surabaya, yang akhirnya dimenangkan oleh para tentara kita. Oleh karenanya kita sekarang mengenal Surabaya sebagai Kota Pahlawan, yang juga disana ada Tugu Pahlawan, sebuah monument untuk mengingatkan kita akan peristiwa 10 November 1945 itu.


Tapi tentu sekarang kita memperingati Hari Pahlawan, bukan hanya untuk mengenang peristiwa di kota Surabaya itu, tetapi untuk mengenang semua jasa para pahlawan bangsa kita, yang telah berjuang merebut kemerdekaan dan juga mempertahankan kemerdekaan, selama 350 tahun lamanya, dan tentu juga termasuk para pahlawan yang mengisi kemerdekaan dengan karya-karya mereka yang luarbiasa.

Yang tak kalah pentingnya bagi kita umat Buddha, untuk selalau kita kenang adalah pahlawan kebangkitan agama Buddha di Indonesia, Mahabiksu Ashin Jinarakkhita, penerima Bintang Mahaputera Utama, biksu pertama putera asli Indonesia yang telah membangkitkan kembali agama Buddha dari tidur panjangnya selama 500 tahun semenjak keruntuhan kerajaan Majapahit, dengan mempelopori perayaan Waisak pertama di tahun 1953.  

Bagaimana sikap Buddhis terhadap Perang?

Berbicara mengenai perang, saat artikel ini ditulis, sedang terjadi dua perang besar di dunia ini, yang sangat konvensional, dengan adu kekuatan senjata. Belum lagi selesai perang Rusia - Ukraina, kita sudah disuguhkan dengan perang yang tidak kalah dahsyatnya yakni perang Isreal - Palestina (Hamas). Begitu mengerikannya peperangan ini, setiap hari kita disajikan berita pembunuhan dan kematian, seolah nyawa manusia tidak ada harganya sama sekali.  Penulis pun menjadi sedikit apatis terhadap kondisi perang ini terutama pemberitaannya. Dan sangat jarang sekali menonton dan membaca berita tentang perang ini.

Tetapi dalam setiap perang selalu ada Pahlawan dan cerita kepahlawanan sendiri. Walaupun ceritanya ini bisa sangat berbeda menurut kepentingan kelompok nya masing-masing.  Pahlawan bagi kelompok ini, bisa jadi malah penjahat besar bagi yang lain.

Penulis pernah ditanya, sebagai warga negara terkadang kita juga menghadapi kondisi yang dilematis. Kita tidak ingin ikut berperang, tetapi kalau perang itu terjadi, dan kita terpaksa harus ikutan berperang, apa yang harus kita lakukan? Apakah salah kalau kita membunuh dalam perang?

Pastinya, Buddha tidak pernah menyarankan tindakan kekerasan dan pembunuhan mahluk hidup. Buddha berkata bahwa : “Semua makhluk gemetar menghadapi hukuman, semua takut kematian. Dengan menggunakan diri sendiri sebagai perbandingan, seseorang seharusnya tidak membunuh atau menyebabkan terjadinya pembunuhan” (Dhammapada, Danda Vagga, 129).

Dalam buku What Buddhist Believe, Biksu K. Sri Dhammananda menulis: "Umat Buddha seharusnya tidak menjadi agresor bahkan dalam melindungi agama mereka atau apapun yang lain. Mereka harus berusaha sebaik mungkin untuk menghindari segala bentuk tindakan kekerasan. Kadang-kadang mereka mungkin dipaksa berperang oleh orang lain yang tidak menghormati konsep persaudaraan. Manusia seperti yang diajarkan oleh Buddha, mereka mungkin diminta untuk membela negara mereka dari agresi eksternal, dan selama mereka belum meninggalkan kehidupan duniawi, mereka berkewajiban untuk bergabung dalam perjuangan untuk perdamaian dan kebebasan, mereka tidak dapat disalahkan karena menjadi tentara atau terlibat dalam pertahanan. Namun, jika setiap orang mengikuti saran dari Buddha, tidak akan ada alasan untuk perang terjadi di dunia ini. Ini adalah kewajiban setiap orang yang berbudaya untuk temukan semua cara dan cara yang mungkin untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai, tanpa menyatakan perang untuk membunuh sesama manusia."

Menurut pendapat penulis, adalah kewajiban bagi setiap warga Negara untuk ikut dalam bela Negara. Tetapi bela Negara itu tidak melulu harus bentuknya ikut bertempur dan angkat senjata di medan perang. Dalam perang sekalipun dibutuhkan unit-unit lain selain unit tempur, salah satunya unit Palang Merah, dimana tugasnya lebih untuk membantu, merawat dan memulihkan kesehatan dari warga yang terluka akibat perperangan. Begitu juga ada unit Dapur Umum, yang menyiapkan makanan bagi semua warga yang terdampak perang. Dan masih banyak lagi unit-unit kerja lainnya, yang bisa kita terlibat di dalamnya tanpa perlu bersentuhan langsung dengan perperangan dan pembunuhan. Seperti yang sama kita tahu, dan sering penulis sampaikan bahwa Hidup adalah Pilihan. Semuanya tergantung pilihan kita.  Di dalam kondisi yang seberat apapun, hidup kita tetap punya pilihan.

Perang melawan Diri Sendiri

Perang jenis ini justru yang paling penting dan berdampak pada kehidupan kita. Perang yang setiap dari kita akan menghadapinya dalam kehidupan kita. Sesungguhnya perang terjadi di dalam diri kita masing-masing setiap hari. Kita berperang melawan bala tentara yang bernama nafsu-nafsu keinginan kita. Keserakahan, Kebencian, dan Kebodohan.  

Dalam beberapa kesempatan mungkin kita memenangi perangnya, tetapi sebagian besar dari perang itu, kita dikalahkan oleh musuh-musuh kita ini, dan kita mengikuti arus nafsu kita ini.  Membiarkan Keserakahan, Kebencian dan Kebodohan menjadi penguasa hidup kita. Kita dibelenggu oleh mereka, dan yang lebih celakanya lagi, kita terkadang menikmati keadaan itu dan enggan untuk berpisah dari mereka.

Buddha berkata : “Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.” (Dhammapada, Sahassa Vagga: 103)

Mari, diantara hiruk pikuk perang yang tak kesudahan di belahan dunia lain, alangkah lebih baik kita belajar dan berlatih dengan giat untuk bisa memenangkan perang kita sendiri, yakni perang untuk menaklukan diri kita sendiri dari Lobha, Dosa dan Moha itu.

Selamat Hari Pahlawan.  Mari kita membuat kisah kepahlawan kita sendiri.

Daftar Pustaka :

Pandangan Buddhis tentang Perang (eferrit.com)

Share:

Komentar (1)

Sudy Halim

Selasa, 05 Desember 2023 12:15

A very good opinion and advice. 謝謝您的提醒。

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS