Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel

Cari

Tampilkan Artikel

Pikiran Bukanlah Fakta

UAP Satyamita Kurniady Halim

Jum'at, 03 November 2023

MBI

Ketika kita refleksi tentang pikiran kita, seringkali muncul pertanyaan yang mendasar: apakah pikiran kita adalah sekutu yang setia atau malah musuh batin yang mengganggu? Untuk sebagian besar dari kita, hubungan dengan pikiran kita adalah suatu konflik batin yang tak kunjung selesai. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana mengelola pikiran, karena bila kita kehilangan kendali, pikiran kita dapat menjadi salah satu musuh terbesar dalam kehidupan kita.


Buddha sendiri pernah menyampaikan tentang pikiran, dengan mengatakan, "Tidak ada musuh yang dapat menyakiti manusia sebesar pikiran mereka sendiri melalui nafsu serakah, kebencian, dan ketidaktahuan batin." Kata-kata ini memberi kita gambaran jelas tentang bagaimana pikiran kita dapat memengaruhi hidup kita. Pikiran kita memegang peran sentral dalam menciptakan kebahagiaan atau penderitaan dalam hidup kita.

Konsep ini juga ditegaskan dalam Dhammapada,Yamaka Vagga, syair pertama menyatakan bahwa Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, mereka adalah pemimpin, pembentuk, dan pengarah dari segala tindakan.  Dalam penggambaran metaforisnya, jika seseorang bertindak dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikuti mereka seperti roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya. Oleh karena itu, penting untuk mengendalikan pikiran kita agar kehendak dan perbuatan kita tidak jilat lidahnya kepada yang jahat.

Pikiran kita adalah seperti sungai yang deras, tidak pernah berhenti mengalir dengan aliran buah pikir yang dihasilkan pikiran kita.  Mereka membawa kita ke berbagai tempat, saat ini, masa lalu, atau masa depan. Pernahkah Anda mencoba duduk diam selama satu menit dan melihat apa yang terjadi pada pikiran Anda? Pikiran kita jarang menjadi hening dan tetap diam; sebaliknya, seperti air terjun yang deras, pikiran terus datang dan pergi, sulit dikendalikan, dan tak jarang terlilit oleh kekhawatiran masa depan atau penyesalan masa lalu. Kita sebagai manusia adalah makhluk pemikir, yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan hingga 70.000 pikiran dalam sehari. Kebanyakan dari pikiran tersebut adalah pemikiran negatif, pengalihan, dan seringkali tidak produktif.

Pikiran kita sering kali terasa seperti episode berulang dari masalah masa lalu, kekhawatiran akan masa depan, atau kemarahan atas situasi tertentu. Mereka berputar-putar dan terus berulang, tanpa henti, seperti drama yang tak kunjung usai. Pikiran kita kadang-kadang membuat kita merasa terjebak dalam bisingnya kepala kita. Apakah Anda juga merasakan hal yang sama? Pikiran kita dapat membawa kita ke dalam kegilaan dan stres yang tak pernah berujung.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengelola pikiran kita, terutama pikiran yang didominasi oleh kecemasan dan ketakutan? Dengan praktik sadar (mindfulness), kita dapat mulai memahami bahwa banyak dari apa yang kita percayai adalah hasil dari imajinasi kita. Pikiran dapat menyesatkan kita dengan berbagai cara. Mereka sering kali penuh dengan pujian dan celaan, harapan dan ketakutan.

Dengan kebijaksanaan dan kesadaran, kita dapat belajar untuk tidak terlalu serius memperhatikan pikiran-pikiran ini. Pikiran adalah seperti pelayan yang harus kita kendalikan, bukan tuan yang harus kita ikuti. Dengan kesadaran penuh, kita bisa melangkah mundur sejenak dan mendengarkan pikiran-pikiran tersebut, lalu memutuskan apakah mereka bermanfaat atau tidak. Meskipun beberapa pemikiran diperlukan untuk merencanakan masa depan dan memecahkan masalah, kita mungkin dapat mengurangi hingga 90 persen dari pikiran kita dan masih memiliki cukup pemikiran untuk menjalankan tugas-tugas sehari-hari.

Mengendalikan Pikiran dengan Hidup Sadar

Sebagai manusia, kita sering mengandalkan insting dan pikiran tak sadar dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Ketika kita merasa baik secara mental, ini berfungsi dengan sangat efisien, karena kita tidak perlu terlalu banyak berpikir tentang setiap keputusan yang kita buat. Namun, ketika kita tidak merasa baik secara mental, pikiran tak sadar kita dapat membawa kita pada asumsi yang salah dan menyakitkan tentang diri kita, hubungan kita, dan orang-orang di sekitar kita.

Untuk mengatasi ini, kita perlu melatih diri untuk menjalani hidup dengan kesadaran (mindfulness). Kesadaran adalah kunci untuk mengelola pikiran-pikiran negatif dan memahaminya dengan lebih baik. Dengan kesadaran, kita dapat mengidentifikasi pikiran negatif saat mereka muncul, memberi label pada mereka, dan kemudian membiarkannya berlalu begitu saja. Ini bukan tentang melarang pikiran negatif, tetapi tentang merasakannya, memberi label pada mereka, dan membiarkan mereka lewat tanpa terlalu terlibat.

Memberi Label pada Pikiran Anda

Penting untuk memahami bahwa pikiran hanyalah pikiran. Mereka belum menjadi kenyataan hingga kita mengubahnya menjadi tindakan nyata. Pikiran dapat bermanfaat, misalnya, saat kita berpikir, "Saya harus melamar pekerjaan itu," atau "Saya yakin teman saya akan menyukai hadiah ulang tahunnya!" Di sisi lain, pikiran juga bisa menjadi hambatan, seperti saat kita berpikir, "Tidak ada yang suka padaku di pesta itu," atau "Atasan saya pasti tidak senang dengan pekerjaanku."

Memberi label pada pikiran kita, terutama pikiran negatif, memberikan kita sudut pandang yang lebih jelas. Ini memungkinkan kita untuk memisahkan diri dari pikiran sebelum kita terlalu terlibat dalam mereka, dan sebelum mereka menciptakan masalah yang tidak perlu dalam hidup kita. Alih-alih merumuskan pikiran sebagai fakta yang tak terbantah, cobalah merumuskannya sebagai apa adanya: "Saya memiliki pikiran bahwa tidak ada yang suka padaku di pesta itu."

Pikiran Negatif Hanyalah Sementara

Defusi, atau pemisahan diri dari pikiran negatif, bukanlah upaya untuk melarang atau melawan pikiran-pikiran tersebut. Sebaliknya, pendekatan ini mengandalkan kebijaksanaan dan kesadaran. Saat pikiran negatif muncul, kita dapat mengakui keberadaan mereka, memberi label pada mereka, dan kemudian membiarkan mereka pergi. Langkah berikutnya adalah menggantikan pikiran-pikiran negatif tersebut dengan tindakan yang lebih sehat dan positif.

Ketika Anda memiliki pikiran negatif berikutnya, coba akui keberadaan mereka, beri label, dan biarkan mereka berlalu. Cobalah latihan rasa syukur untuk hal-hal baik dalam hidup Anda, bergeraklah dengan aktivitas fisik, berikan diri Anda makanan atau camilan yang bergizi, atau hubungi orang yang Anda cintai. Kuncinya adalah merasakan perasaan yang muncul akibat pikiran tersebut dan membiarkannya berlalu tanpa terlalu terlibat.

Pilihan Pikiran Positif

Jadi, apakah pikiran kita seharusnya menjadi sahabat atau musuh? Dengan kesadaran, kita dapat menjadikan pikiran kita sebagai sahabat bijak yang membantu kita menghadapi tantangan hidup. Jika kita dapat memahami cara mengelola pikiran kita dengan lebih sadar, kita akan merasa lebih berenergi, lebih tenang, dan lebih seimbang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari yang penuh warna-warni. Kita memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan dalam cara kita berhubungan dengan pikiran-pikiran kita. Artinya, kita dapat memilih bagaimana kita bersikap terhadap mereka.

Saat perjalanan hidup terus berlanjut, mari kita terus menjelajah dengan pikiran yang lebih sadar dan positif, sehingga pikiran kita bisa menjadi sekutu setia yang mendukung kita dalam segala situasi. Dengan begitu, kita akan mampu meraih kebahagiaan dan kesejahteraan, bahkan dalam momen-momen ketidakpastian dan tantangan. Selamat menjalani perjalanan ini!

Share:

Komentar (1)

Reannie Puspasari

Rabu, 15 November 2023 18:24

yang tertulis di artikel ini benar. Dan saya tidak peduli dengan pendapat orang lain tentang saya. Yang terpenting adalah terus melangkah maju sampai akhir hayat..

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS