Seluruh Indonesia
Ubah Lokasi
  • Artikel
  • Home
  • /
  • Artikel
  • /
  • Bahagia ada di dalam Diri, Jangan cari di luar.

Cari

Tampilkan Artikel

Bahagia ada di dalam Diri, Jangan cari di luar.

U.P. Vidyananda Sehi, SE.

Jum'at, 06 Oktober 2023

MBI

Sering kita melihat, orang “miskin” yang secara ekonomi kurang, memakan makanan yang sederhana dengan nikmat dan lahap sekali. Tetapi banyak pula kita melihat orang yang kaya raya, makanan yang mewah barulah bisa merasa nikmat, itupun terkadang masih merasa kurang dan terus mencari-cari yang lebih. Kalau diperiksa, di dalam makanan yang sederhana dan makanan mewah itu, adakah kebahagiaan disana? Tentu saja tak ada. Senang dan nikmat adanya di dalam batin.


Kalau kebanyakan orang kaya kita beri makanan yang sederhana menjadi kecewa dan jengkel. Apakah kecewa dan jengkel itu ada dalam makanan itu? Tentu saja tidak ada! Kecewa dan jengkel ada di dalam batin. Sesungguhnya orang yang bahagia adalah orang yang mudah beradaptasi dengan keadaan. Saat makan, syukuri makanan yang akan dimakan, jangan banding-bandingkan (ojo dibanding-bandingke) dengan makanan lain yang pernah dimakan, syukuri apa yang ada, nikmat saat ini. Be happy.

Kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri, tidak perlu mencarinya jauh-jauh. Kebahagiaan muncul di dalam diri, bukan di luar. Kebahagiaan muncul saat menyadari momen kekinian, jika memikirkan masa lalu misalnya makanan resto "hari itu" lebih enak, maka keadaan tidak bersyukur yang muncul, bahagia akan redup. Bila memikirkan masa depan, misalnya lama benar masakannya dihidangkan, maka akan muncul perasaan "bosan". Nikmati saat ini, nikmati momen kekinian ini yang terbaik.

Agama apapun tidak bisa menghadiahkan kebahagiaan. Banyak orang yang sudah beragama dan tidak bahagia. Semua agama hanya bisa menunjukkan caranya, kita sendiri yang harus melaksanakannya. Semua itu bergantung kepada diri sendiri. Siapa yang membuat bahagia? Diri sendiri. Siapa yang membuat tidak bahagia? Diri sendiri juga yang melakukannya.

Kebahagiaan bergantung pada perubahan yang dilakukan di dalam diri. Kalau berani mengubah sikap hidup, menghancur leburkan keserakahan, keakuan; tidak hanya untuk menjaga gengsi, tetapi benar-benar ingin menghancurkan nafsu, maka kebahagiaan akan muncul dalam batin kita. Dan jika kebahagiaan sudah muncul di dalam batin, kita akan merasa bahagia setiap saat. Apa saja yang kita hadapi, bisa membuat menderita, karena penderitaan itu kita yang membuatnya sendiri. Sebaliknya, kita juga bisa memiliki kekuasaan untuk tidak membuat penderitaan.

Jadi kalau menghadapi apapun, entah itu urusan keluarga, karyawan, pekerjaan, tetangga, panas, dingin, untung, rugi, sehat, sakit, dipuji, difitnah, buatlah agar tidak menjadi menderita karena kita sendiri yang bisa membuat menjadi penderitaan atau tidak menjadi penderitaan. Kebahagiaan atau penderitaan di tangan diri sendiri.

Penulis teringat sebuah cerita tentang seorang bapak tua miskin sebatang kara, yang hidup apa adanya, makan seadanya, tinggal di gubuk tua. Suatu ketika, dia bertemu dengan orang kaya yang tersentuh dengan kemiskinannya lalu memberinya tas berisi uang, yang jumlahnya sangatlah banyak. Awalnya pak tua itu merasa senang karena memiliki banyak uang, dan berpikir uang ini akan membawa kebahagiaan baginya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, malam itu dia tidak bisa tidur nyenyak seperti biasanya. Hatinya diliputi kekhawatiran akan uangnya, khawatir orang lain akan mencurinya. Kemana-mana ia harus membawa tas berisi uang itu, yang cukup berat, yang menyulitkan baginya yang sudah tua, karena khawatir kalau ditinggal di gubuk tuanya akan hilang diambil orang lain. Dia mulai melihat orang lain dengan pandangan curiga dan tidak bersahabat. Dia selalu khawatir setiap saat mau menggunakan uangnya, takut orang lain tahu dia punya banyak uang. Dan berbagai penderitaan batin lainnya yang muncul. Berhari-hari, berminggu-minggu kondisi tak menyenangkan ini muncul pada pak tua itu. Sulit tidur sangat berpengaruh pada kondisi fisiknya. Rasa cemas dan khawatir sangat mengganggunya, dia sangat menderita atas kondisi ini. Sampai akhirnya dia bertemu lagi dengan orang kaya yang memberikan tas berisi uang itu, lalu mengembalikan tas itu. Dia tidak kuat lebih lama lagi menderita karena memiliki tas berisi uang tersebut. Dan sejak itu dia menemukan kembali kebahagiannya yang dulu hilang.

Ironis memang kisah pak tua itu. Ternyata bukan banyaknya materi yang membawa kebahagiaan itu, tetapi rasa syukur akan semua yang kita miliki. Senantiasa bersyukur dan berterima kasih atas semua hal yang ada di sekitar kita. Bersyukur dan berterima kasih masih hidup, bisa berbuat kebajikan. Bersyukur dan berterima kasih negeri ini tidak dalam keadaan berperang seperti di Ukraina sana. Bersyukur dan berterima kasih dapat mudah cari makan, keluarga akur sehat dan banyak lagi yang bisa di syukuri. Atas tersedianya air bersih untuk mandi, bantal dan selimut yang membuat tidur kita nyaman, rumah tempat berteduh di saat panas dan hujan, atau pakaian bersih untuk dipakai setiap hari, dan sebagainya. Bersyukur dan berterima kasih adalah pondasi untuk bahagia.

Bahagia itu di perasaan kita sendiri, tumbuh kembangkan, latih saat ini juga, sehingga bila saat masalah-masalah datang, kita sudah biasa mengembangkan perasaan BAHAGIA di saat ini. Dengan berkembangnya perasaan bahagia, ketenangan akan muncul, sehingga muncul kebijaksanaan menghadapi tantangan kehidupan. Dengan batin yang tenang seimbang, karma-karma buruk tidak berkembang.

Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa keserakahan, di antara orang-orang yang serakah; di antara orang-orang yang serakah, kita hidup tanpa keserakahan.
Sungguh bahagia hidup kita ini apabila sudah tidak terikat lagi oleh rasa ingin memiliki. Kita akan hidup dengan bahagia, bagaikan dewa-dewa di alam yang cemerlang.
(Dhammapada syair 199,200)

Share:

Komentar (0)

Belum ada Komentar.

Ubah Filter Konten
Informasi

Silakan Masuk dengan menggunakan aplikasi Android/IOS