Pernikahan Impian tapi bukan Perkawinan Idaman
“Kokoh kan lebih tua dari saya, kenapa belum married? Saya aja anaknya sudah dua”, tanyanya sambil kami berjalan menuju tempat parkir. “Wow, pertanyaan nekad. Kenal belum lebih dari setengah hari, pertanyaannya sudah seperti ini”, kata saya dalam hati. Bukan hanya bertanya, nada bicaranya juga menggurui. Saya pandang kenalan ini sejenak, kemudian sambil tersenyum, saya pamit setelah berada di atas jok MoMo (Motornya MoMing), sepeda motor antik kesayangan saya.
Sepenggal pengalaman di atas hanyalah sebuah contoh kecil “kekepoan” terhadap urusan pribadi orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan hidup si kepo. Mungkin si kepo punya sedikit hubungan yang dia anggap sudah cukup menjadi pintu masuk untuk ikut campur ke keputusan hidup orang lain. Itu masih dapat dimaklumi. Yang sulit diterima akal sehat adalah si kepo ini seringnya bukan siapa-siapa. Mereka masih ada di circle terluar, tapi sudah berani masuk ke dalam tanpa permisi. Khusus tentang topik “married” mereka saya kelompokkan ke tipe “yang penting nikah dulu, urusan rumah tangga/bangun keluarga nanti aja baru dipikirin”.
Saya yakin setiap pasangan suami-istri pasti menginginkan perkawinan mereka berhasil. Hidup bersama secara harmonis, saling mencintai satu sama lain hingga maut memisahkan, mengalami suka dan duka bersama adalah sebagian kecil impian mereka. Ada yang berhasil mencapainya, meskipun tidak sempurna, tapi tidak sedikit juga yang gagal. Ada istri yang dituntut pidana oleh suaminya, sebaliknya ada juga suami yang tega meninggalkan istrinya demi perempuan lain. Dalam kisah yang lain, seorang istri bahkan disiram air keras oleh suaminya. Tidak jarang juga malah perempuan yang berkata kasar dan merendahkan suaminya. Ceritanya seribu satu, namun intinya sama. Perkawinan tidak seindah yang dibayangkan oleh mereka yang masih lajang dan sedang menyiapkan pernikahan. Itulah sebabnya berhati-hatilah dengan pemikiran “yang penting nikah dulu, urusan rumah tangga/bangun keluarga nanti aja baru dipikirin”. Bagi Anda yang umurnya dianggap sudah atau mau kadaluarsa, abaikan saja nasihat-nasihat jebakan sejenis.
Istilah nikah dan kawin masih sering digunakan bergantian, demikian juga dengan pernikahan dan perkawinan. Jadi mana yang pas, pernikahan atau perkawinan? Di tulisan ini, pernikahan adalah proses, ritual, resepsi dan lain sebagainya sehingga seorang laki-laki dan perempuan dinyatakan sebagai pasangan suami-istri, sedangkan perkawinan adalah rumah tangga yang ingin dibangun oleh pasangan suami-istri tersebut Dengan kata lain, pernikahan adalah awal dari sebuah perkawinan. Dua-duanya butuh persiapan. Pernikahan dapat dilangsungkan dengan sederhana namun khidmat, berkesan dan bermakna. Tapi perkawinan tidak sesederhana itu. Perkawinan butuh persiapan yang lebih matang. Salah satu persiapan yang sangat penting adalah mengenal siapa calon teman hidup kita dengan sebaik-baiknya.
Persahabatan
Suatu perkawinan dibangun untuk jangka waktu yang lama. “Hingga maut memisahkan”, katanya. Oleh sebab itu, untuk mengarungi bahtera perkawinan yang sifatnya seumur hidup ini dibutuhkan seorang sahabat. Buddha mengajarkan persahabatan yang terpuji adalah keseluruhan dari kehidupan suci. Bagi para biksu/biksuni, bila mereka memiliki orang-orang terpuji sebagai kawan dan sahabat, mereka diharapkan dapat mengembangkan dan merealisasi Jalan Arya Beruas Delapan (SN 45.2/Upaddha Sutta). Bagi Buddhis perumahtangga yang menjalani kehidupan keluarga, hidup bersama dengan seorang sahabat dapat membantu mengembangkan kehidupan bersama yang damai, harmonis, sejahtera, dan sentosa. Kenali apakah calon suami/istri adalah seseorang yang dapat menjadi sahabat dalam keseluruhan perjalanan hidup berkeluarga nanti karena Culla Niddesa mendefinisikan cinta sebagai “memiliki sifat bersahabat dan bersikap ramah.” (Dhammika, 2015)
Buddha menjelaskan beberapa petunjuk mengenai sahabat. Ada tujuh kualitas yang dapat kita pertimbangkan yaitu 1) memberikan apa yang sulit diberikan, 2) melakukan apa yang sulit dilakukan, 3) menanggung beban yang berat, 4) mengungkapkan rahasianya, 5) menyimpan rahasiamu, 6) tetap bersamamu di saat kemalangan, dan 7) tidak memandang rendah dirimu (AN 7.35/Mitta Sutta). Persahabatan yang baik adalah pergaulan dengan seseorang yang penuh keyakinan (saddha), kuat dalam kebajikan (sila), bermurah hati (saga), dan arif (panna), demikian penjelasan Buddha kepada Vyagghapajja (AN 8.54/Dighajanu Sutta).
Kerjasama Menyelesaikan Masalah
Anda pasti ingin setiap detik hidup Anda bersama pasangan berisi kebahagiaan. Tapi itu tidak realistis. Delapan kondisi selalu ada di seputar kehidupan kita (AN 8.6/Lokavipatti Sutta). Suka dan duka, pujian, dan celaan pasti terjadi dalam perjalanan kehidupan berkeluarga. Yang penting hepinya lebih sering daripada sedihnya. Perbanyak memuji daripada mencela atau menjatuhkan. Perkawinan juga tidak mungkin mulus tanpa masalah karena situasi dan kondisi selalu berubah di luar kendali. Oleh sebab itu, hiduplah bersama dengan seseorang yang mau menyelesaikan suatu masalah secara cepat bersama-sama. Ketahui secara pasti bahwa calon pasangan hidup kita adalah seseorang yang dapat diajak komunikasi secara terbuka dengan cara mendengarkan secara mendalam dan berbicara dengan cinta kasih.
Too Good To Be True
“Mengapa kamu mau menikah dengan dia?” tanya mendiang pak Krish kepada para peserta setiap kali beliau mengajar di Kursus Pranikah di Pusdiklat Agama Buddha Indonesia. Reaksi dan jawaban para peserta macam-macam. “Karena saya sayang dia, mencintainya, karena dia adalah yang paling penting dalam hidup saya”. Setelah tidak ada lagi tanggapan dari peserta, beliau lalu menjawab. “Karena aku ingin membahagiakanmu”.
Anda tentu ingin menikahi orang yang salah satu tujuan hidupnya adalah membahagiakan Anda sebesar Anda ingin membahagiakan dia. Ini adalah pengertian yang paling sederhana dan mendasar dari cinta. Hal yang utama dari cinta, berdasarkan penjelasan dari Buddhaghosa, adalah bertindak demi orang lain atas dasar kepedulian dan demi kesejahteraan mereka (Dhammika, 2015).
Di masa pacaran, ini terlihat jelas, indah, bahkan cenderung berlebihan. Anda menjadi pusat dunia baginya. Tidak ada hal lain yang lebih penting di dunia ini selain kebahagiaan Anda. Semua kebaikan dan perhatiannya dengan cepat dan mudah membuat Anda yakin untuk menghabiskan seluruh sisa hidup Anda dengan dia. Dukungan teman-teman dan keluarga membuat tekad Anda semakin kuat. Anda merasa bahwa dia tidak akan berubah; cinta dan perhatiannya akan semakin kuat dan besar saat kalian sudah bersama dalam suatu ikatan perkawinan. Pada saat seperti itulah banyak orang sering mengabaikan berbagai tanda yang memberikan petunjuk tentang siapa sesungguhnya pacar mereka itu.
Proses dan hasil saling berhubungan. Fokuslah ke proses, maka hasilnya akan menyusul. Perkawinan yang sukses menghasilkan keluarga yang damai, harmonis, sejahtera, dan bahagia. Ini tentu membutuhkan usaha dan waktu yang panjang. Oleh sebab itu, janganlah terjebak pada keindahan di masa pacaran, khusunya yang “too good to be true”. Perkawinan dan membangun keluarga adalah lari maraton. Daya tahan tubuh yang kuat dan strategi yang tepatlah yang dibutuhkan, bukan lari kencang (sprint) di awal lomba. Jor-joran di masa pacaran dan langsung serius menyatakan hendak menikah malah harus diwaspadai. Ini mirip dengan investasi dengan skema Ponzi yang menawarkan keuntungan besar di luar logika. Semua yang terlihat indah di awal belum tentu indah di akhir. Ketika masa bulan madu (baik di masa pacaran maupun setelah menikah) telah berakhir, tantangan sesungguhnya baru dimulai.
Pernikahan Impian tapi bukan Perkawinan Idaman
Sebagai penutup, saya sekali lagi ingin menegaskan bahwa mengenal pasangan adalah persiapan yang sangat penting bagi kebahagiaan Anda dalam suatu perkawinan. Banyak pasangan suami-istri yang berhasil mewujudkan impiannya menjadi raja dan ratu semalam di pesta pernikahan mereka. Sayangnya, mereka gagal menjadi raja dan ratu yang hidup harmonis di kerajaan keluarga mereka. Saya berharap Anda memiliki pernikahan impian dan juga perkawinan idaman, oleh karenanya fokuslah pada proses yang tepat agar hasil baik akan terjadi. Salah satu proses utama dan penting untuk mewujudkan perkawinan idaman adalah mengenal pasangan dengan baik. Paling tidak pastikan bahwa dia adalah seorang sahabat yang baik dan mudah bekerjasama untuk mengatasi masalah.
Referensi
Dhammika, S. (2015). Menyatu Bagai Susu dan Air. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.
Sumber Artikel
https://www.accesstoinsight.org